SUARA CIREBON – Tim pengacara dari Peradi mengungkapkan kejanggalan terkait posisi Sudirman, salah satu terpidana kasus kematian Vina Cirebon dan kekasihnya Eki.
Nicholai Aprilindo, pengacara dari Peradi mengungkapkan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) cukup serius pada Sudirman.
Diceritakan, Sudirman dibon (dipinjam) Polda Jabar pada 22 Juni 2024, dengan alasan untuk tes psikologi. Namun sampai Kamis, 27 Juni 2024, belum dikembalikan ke Lapas Banceuy dan Rutan Kebonwaru, Bandung.
Padahal status Sudirman itu narapidana. Ia berada dalam kewenangan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhukam) melalui Direktorat Jendral Lembaga Pemasyarakatan (Dirjen Lapas).
“Sudirman itu statudnya narapidana. Kalaupun di bon itu tidak boleh lebih dari 2 x 24 jam atau 48 jam. Ini sejak dibon tanggal 22 Juni sampai Kamis 27 Juni masih ditahan di Polda Jabar,” tutur Nicholai.
Menurutnya, apa yang dilakukan penyidik Polda Jabar telah menyalahi aturan soal narapidana. Patut diduga ini sebagai pelanggaran HAM serius.
“Patut diduga ini bentuk pelanggaran HAM serius. Kami minta Menkopolhukam, Kapolri, Komnas HAM, Kemenhukam turun tangan untuk masalah Sudirman,” tutur Nicholai.
Nocholai menceritakan, keluarga Sudirman mengeluh karena kesulitan menemui terpidana kasus kematian Vina dan Eki.
“Sejak tanggal 22 Juni dibon Polda Jabar untuk tes psikologi, sampai sekarang tidak pernah dikemalikan ke lapas. Padahal statusnya narapidana, warga binaan lapas, bukan tersangka, tahanan polisi atau kejaksaan,” tuturnya.
Dalam Ketentuan Undang Undang 22 Tahun 2022, ketika narapidana dalam satu perkara lain dibon untuk diambil keterangan di kepolisian atau tempat lain, waktunya 2×24 jam harus dikembalikan ke lapas dan tidak boleh ditahan berlama-lama.
“Ditambah lagi, keluarga penasehat hukum tidak boleh bertemu. Kalau mau ketemu harus ke Direskrimum Polda Jabar, apa kewenangannya. Ijin bertemu adalah hak dan wewenang Kalapas, bukan Disreskrimum,” tutur Nocholai.
Sempat muncul info, penyidik tidak memberikan ijin keluarga bertemu dengan alasan ada surat dari menteri ke Polda. Tapi surat tersebut tidak pernah diberitahu ke ortu atau kuasa hukum.
“Saya melihat ada yang ditutup-tutupi. Ini ada upaya menutupi kebohongan yang satu dengan kebohongan lain untuk kebohongan selanjutnya,” tutur Nicolai.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.