SUARA CIREBON – Tim pengacara enam terpidana kasus Vina Cirebon terus mengajukan permohonan agar majelis hakim sidang PK (Peninjauan Kembali) menggelar sidang Pemeriksaan Setempat (PS) di Jalan Saladara, Kota Cirebon.
Dengan sidang PS, majelis hakim akan memperoleh gambaran utuh tentang kondisi dan situasi langsung di lapangan di Jalan Saladara, tempat yang ada dalam perkara kasus Vina cirebon.
“Kami mengajukan permohonan PS. Ini sangat penting, supaya majelis hakim memperoleh pemahaman lapangan secara utuh,” tutur Jutek Bongso, koordinator tim pengacara enam terpidana kasus Vina Cirebon, Selasa malam, 24 Septembewr 2024, dalam wawancara di Stasiun TV Nusantara.
Jika ada sidang PS, majelis hakim bisa melihat sendiri secara langsung Jalan Saladara sehingga punya pemahaman yang utuh terhadap sutuasi dan kondisi lapangan.
“Kami mengajukan permohonan PS pada malam hari, di jam sesuai yang disebutkan dalam putusan pengadilan tahun 2016, yakni sekitar jam 22.00 WIB,” tutur Jutek Bongso.
Kendati ada perubahan antara situasi dan kondisi tahun 2024 dengan 2016, namun sidang PS penting dilakukan agar majelis hakim bisa mencerna langsung dengan logika di lapangan.
“Tahun 2024 sekarang aja masih gelap, kita bisa bayangkan bagaimana delapan tahun lalu di tahun 2016. Sidang PS ini penting supaya hakim bisa tahu sendiri situasi dan kondisi lapangan,” tutur Jutek Bongso.
Sidang PS ini untuk membuktikan apakah pengakuan Aep yang melihat anak-anak nongkrong di depan SMP Negeri 11 Kota Cirebon masuk akan dan logis atau sebaliknya.
“Kemarin sidang sudah ada ahli mata memberikan kesaksian. Nah dengan sidang PS, apakah kesaksian ahli masuk akal atau tidak. Mana yang majelis hakim percaya, kesaksian ahli dan kondisi lapangan, atau pengakuan Aep,” tutur Jutek Bongso.
Sidang PS, juga sekaligus mengakhiri imajinasi pihak tertentu yang membuat peta dan denah Jalan Saladara, namun peta dan keterangannya membingungkan karena tidak berkesusaian dengan kondisi Jalan Saladara.
“Biar majelis hakim tahu sendiri saja. Soalnya sekarang banyak tukang sulap. Jarak 120 meter dibilang 6 meter. Kita tidak mau polemik yang tidak jelas. Sidang PS akan menjawab semuanya,” tutur Jutek Bongso.
Menurut Jutek Bongso, dengan sidang PS dan setelah mendengarkan keterangan ahli mata, majelis hakim bisa mencocokan dengan kesaksian Aep yang menjadi salah satu dasar pemidanaan seumur hidup kepada para terpidana kasus Vina Cirebon.
Dalam kesaksiannya, Aep menyebutkan Eky dan Vina itu diikuti delapan temannya, menggunakan sepeda motor. Lalu dilempari oleh para pelaku di depan SMP Negeri 11.
Setelah dilempari, lalu kabur dan terjadi kejar-kejaran. Cerita berikutnya, seperti dalam berkas hasil persidangan tahun 2016, terjadi pembunuhan dan pemerkosaan.
“Banyak hal janggal. Dari jarak 120 meter, malam hari dengan cahaya terbatas, Aep bisa melihat secara jelas. Sampai pada muka dan detail motornya. Lalu bisa mengingat semuanya. Mungkin dia lihat di CCTV atau pakai teleskop kali,” tutur Jutek Bongso.
Kemudian, berdasar putusan persidangan tahun 2016 lalu, setidaknya ada 12 unit motor. Tapi yang diakui 8 motor. Lalu 4 unit motor lainnya kemana. Dalam persidangan tahun 2016 tidak dihadirkan.
“Kejanggalan lain, disebutkan Eki dan Vina diikuti delapan temannya. Tapi yang diminta kesaksian hanya Liga Akbar. Tujuh teman lainnya siapa saja dan kemana. Belakangan, Liga Akbar pun mencabut keterangannya,” tutur Jutek Bongso.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.