SUARA CIREBON – Kasus Vina Cirebon menjadi salah satu jangkar politik yang menguatkan popularitas dan elektabilitas Dedi Mulyadi sebagai calon Gubernur Jawa Barat di Pilgub Jabar 2024.
Keberaniannya terjun langsung ke Cirebon dan melakukan advokasi secara total terhadap pihak yang dinilai korban kesewenang-wenangan hukum dalam kasus Vina Cirebon, mendapat sorotan luas masyarakat dan menimbulkan simpati terhadap sosok Dedi Mulyadi.
Simpati publik menguat, karena Dedi Mulyadi berani mengambil resiko membela orang-orang kecil yang diduga sebagai korban penegakan hukum yang ceroboh seperti dalam kasus Vina Cirebon,” tutur Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, Toto Izul Fatah, Kamis 26 September 2024.
Toto mengungkapkan bagaimana pamor Dedi Mulyadi sebagai Cagub Jabar makin terus bersinar. Elektabilitasnya meroket meninggalkan tiga kandidat lainnya.
Bahkan, luar biasanya, Dedi Mulyadi unggul jauh di basis hijau seperti Kota Tasik dan Kota Bekasi, serta basis merah seperti Subang.
Toto menanggapi hasil sejumlah lembaga survei tentang preferensi pemilih warga Jabar terhadap para cagub-cawagub yang mengunggulkan Dedi Mulyadi.
Menurut Toto, pasca Ridwan Kamil maju di Pilkada DKI Jakarta, elektabilitas Dedi Mulyadi naik signifikan dengan rata-rata di angka 30 sampai 40 persen di tiap wilayah yang disurvei.
Kenaikan signifikan elektabilitas Dedi Mulyadi bukan semata tak ada kompetitor utama seperti Ridwan Kamil, tapi karena secara personal memang punya modal elektabilitas dan brand yang kuat untuk ‘dijual’.
“Dedi Mulyadi punya bekal tingkat kesukaan yang tinggi mencapai 80 persen dari 85 persen dari orang yang mengenalnya,” tutur Toto.
Dengan bekal itu, elektabilitas Dedi Mulyadi bukan saja unggul di basis tradisionalnya, tapi merambah kokoh di basis hijau partai-partai Islam seperti PKS dan PPP. Bahkan, termasuk di basis merah yang dikuasai PDIP.
Toto menyebut Kota Tasik yang menjadi basis PPP dan Kota Bekasi yang menjadi basis PKS. Di dua wilayah hijau ini, Dedi Mulyadi mampu mengungguli seluruh kandidat dengan elektabilitas 62,0 persen di Kota Bekasi dan 78,6 persen di Kota Tasik.
Padahal, di Bekasi ada Ahmad Syaikhu, kader PKS yang diusung partainya sebagai calon gubernur Jabar, dan tinggal juga di Bekasi. Tapi, elektabilitasnya tertinggal jauh dari Dedi Mulyadi dengan hanya 28,9 persen.
Di Kota Tasik yang menjadi basis pemilih PPP, Dedi Mulyadi lebih moncer lagi dengan elektabilitasnya 78,6 persen. Sementara tiga kandidat lainnya dibawah 10 persen, termasuk Ahmad Syaikhu yang hanya 9,3 persen.
Data cukup fenomenal di Subang. Di wilayah yang selama ini menjadi kantong PDIP, Dedi Mulyadi unggul telak dengan 92 persen. Tiga kandidat lainnya dibawah 5 persen. Kasus yang sama terjadi basis tradisionalnya di Purwakarta, Dedi Mulyadi unggul telak 89,5 persen.
Dalam kesimpulan Toto, kasus Dedi Mulyadi, makin menguatkan prilaku pemilih di Pileg itu berbeda dengan Pilkada. Tidak selalu berbanding lurus antara dukungan banyak partai dengan kemenangan calon di Pilkada.
“Beda dengan di Pileg. Kalau di Pilkada yang menentukan kemenangan kekuatan personal figur. Mau didukung banyak partai pun, kalau figurnya lemah, biasanya kalah. Begitu juga sebaliknya,” tutur Totoa.
Terkait faktor apa yang membuat mantan Bupati Purwakarta ini unggul merata di hampir seluruh wilayah di Jabar, salah satunya seperti terpotret di survei, karena intensitas turun ke lapangan menyapa rakyat jauh melampaui tiga kandidat lainnya.
Dari pemantauannyai, ungkap Toto, Dedi Mulyadi termasuk cagub yang paling intens turun ke masyarakat dengan aneka kemasan. Salah satunya, kemasan seni dan budaya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.