SUARA CIREBON – Setelah mereda selama beberapa waktu, polemik perebutan takhta Keraton Kasepuhan Cirebon kembali memicu kericuhan, Rabu, 2 Oktober 2024.
Kericuhan itu terjadi di Alun-alun Sangkala Buana yang berada tepat di depan Keraton Kasepuhan. Akibat kericuhan tersebut, sejumlah fasilitas umum yang ada di alun-alun itu rusak.
Pantauan di lapangan, kericuhan berawal saat sejumlah orang yang mengaku sebagai pengikut Pangeran Kuda Putih, Heru Nursamsi selaku salah satu pihak yang mengklaim sebagai Sultan Kasepuhan yang sah, mendatangi markas Laskar Macan Ali (LMA) Nuswantara yang berada di dekat Alun-alun Sangkala Buana.
Kedatangan pengikut Pangeran Kuda Putih itu untuk melakukan diskusi dengan Palima LMA Nuswantara, Prabu Diaz. Diskusi pun terjadi antara utusan Heru Nursamsi yang diketahui bernama Mahesa dengan Prabu Diaz.
Setelah berdiskusi cukup lama, saat akan keluar dari markas Laskar Macan Ali, Mahesa dan beberapa rekan mereka telah dihadang sejumlah orang. Para penghadang mengaku kesal dengan kedatangan Mahesa dan teman-temannya, karena dinilai hanya akan membuat kegaduhan.
Terlebih, kedatangan para pengikut Pangeran Kuda Putih itu dilakukan dengan mengendarai tiga mobil bertuliskan Laskar Adat Keraton Kasepuhan Cirebon dan Laskar Kuda Putih Arya Kemuning.
Suasana makin memanas saat para pengikut Pangeran Kuda Putih itu memasuki area Alun-alun Sangkala Buana. Upaya aparat kepolisian dan Prabu Diaz dalam meredam amarah massa tak membuahkan hasil. Kericuhan pun tak terhindarkan.
Beruntung kericuhan tidak berlangsung lama, namun sejumlah fasilitas umum di alun-alun itu mengalami kerusakan.
Kericuhan tersebut dipicu oleh klaim beberapa pihak yang merasa layak menduduki posisi Sultan di Keraton Kasepuhan, yang saat ini dipegang oleh Sultan Pangeran Raja Adipati Luqman Zulkaedin.
Panglima Laskar Macan Ali (LMA) Nuswantara, Prabu Diaz, menjelaskan, terdapat dua orang yang saat ini mengklaim berhak atas takhta Keraton Kasepuhan, yakni Heru Nursamsi dan Raharjo.
“Sebenarnya tidak ada polemik di Kesultanan Kasepuhan, namun ada pihak-pihak yang mengklaim menjadi Sultan yang sah. Sejauh ini, pihak yang mengklaim adalah Pak Heru Nursamsi dan Pak Raharjo,” kata Prabu Diaz.
Menurutnya, pihak dari Heru Nursamsi mengirimkan delegasi yakni Mahesa untuk berdiskusi dengan pihak Laskar Macan Ali guna membahas siapa yang berhak menduduki takhta.
“Delegasi dari Pak Heru Nursamsi dan Mahesa datang ke markas kami untuk berdiskusi dan meminta kami menjembatani penyelesaian polemik ini,” tambahnya.
Sebagai langkah penyelesaian, LMA berencana menggelar diskusi yang melibatkan pakar sejarah dan arsip negara untuk mengkaji polemik tersebut.
“Kami akan mempelajari lebih dalam bersama pakar sejarah dan arsip negara untuk menemukan solusi atas polemik ini. Apapun hasilnya, baik manis maupun pahit, kami akan menerima dan menyampaikan kepada semua pihak,” ujar Prabu Diaz.
Polemik perebutan takhta Keraton Kasepuhan Cirebon ini mulai mencuat setelah wafatnya Sultan Sepuh XIV Pangeran Adipati Arif Natadiningrat pada tahun 2020. Sejak saat itu, tahta dipegang oleh putranya, Luqman Zulkaedin, namun klaim dari pihak-pihak lain terus berlanjut hingga kini.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.