SUARA CIREBON – Pekan kedua September 2024 lalu, sempat terjadi hujan cukup deras di beberapa wilayah di Kabupaten Indramayu, termasuk di areal perkotaan.
Di wilayah selatan Indramayu, bahkan hujan sempat disertai petir. Saat itu, warga Indramayu mengira bahwa itu pertanda September mulai memasuki musim hujan.
Namun, hujan yang turun di pekan kedua selama beberapa hari itu, ternyata hanya pada saat itu saja.
Setelah hampir sepekan hujan beberapa kali turun, namun secara sporadis, sampai memasuki akhir Oktober 2024, tidak lagi ada hujan turun.
Sebaliknya, warga Indramayu malah merasakan suhu udara yang sangat panas. Terutama pada puncak siang hari setelah pukul 11.00 WIB.
Warga Indramayu sebagian besar menyebut hujan pada bulan September itu saebagai ‘udan salah mangsa’ atau hujan yang bukan pada masanya.
Padahal saat itu, ketika hujan di bulan September, para petani sempat “plong”. Mengaku sangat lega karena ada harapan sawah yang kering akan memperoleh suplai air cukup dari langit.
“Ternyata hujan di bulan September itu salah mangsa,” tutur Kartawi (47 tahun), petani di Desa Terisi, Kecamatan Terisi, Selasa 22 Oktober 2024.
Hingga akhir Oktober, hujan masih belum juga turun. Sawah Kartawi dan sebagian petani di wilayah selatan Indramayu, kembali dilanda kekeringan.
“Hujan September hanya menambah nafas saja. Sekarang kembali kekeringan. Malah tambah parah,” tutur Warnita (56 tahun), petani warga Desa Gabus Kulon, Kecamatan Gabus Wetan.
Catatan di Dinas Pertanian Indramayu, sebagian areal sawah hasil dari tanam gadu mengalami kekeringan dan terancam puso alias gagal panen bila sampai November 2024 belum juga turun hujan.
Peta kekeringan meliputi sebagian Terisi, Gabuswetan, Kroya, Gantar, Haurgeulis dan Anjatan di wilayah selatan.
Kemudian di wilayah utara atau pantura, kekeringan melanda areal sawah di Kecamatan Patrol, Sukra, Losarang dan Kandanghaur. Ancaman puso juga menerjang sawah di wilayah timur seperti Krangkeng, Kedokangabus dan Sliyeg serta Karangampel.
“Kita berupaya maksimal mendatangkan air, namun ketersediaan terbatas. Rata-rata yang kekeringan daerah ujung irigasi,” tutur Sugeng Heryanto, Plt Kepala Dinas Pertanian.
Bentangan areal yang kekeringan mencapai sekitar 5.000 hektare. Terparah di Kroya yang bahkan sudah sebagian mengalami puso.
Di Kroya, sedikitnya 500 hektar sawah, tersebar di sejumlah desa, sama sekali tidak bisa ditanam karena jauh dari sumber air.
“Di Kroya sama sekali tidak bisa ditanam. Terutama di areal sawah yang tadah hujan,” tutur Sutatang, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Indramayu.
KTNA telah meminta khusus di areal tadah hujan di Kroya, sementara menggunakan sumur bor yang harus lebih dalam.
“Di Kroya harus dengan sumur bor. Kalau dengan pompa air susah. Karena jauh dari sumber air. Butuh berapa kilometer selang untuk sampai sumber air terdekat. 80 persen tadah hujan,” tutur Sutatang.
Sutatang berharap memasuki November 2024, musim hujan bisa turun. Dengan begitu, ancaman puso bisa teratasi.
“Meski ada yang kekeringan, sebagian besar sawah di Indramayu untuk musim gadu ini sudah mulai memasuki musim panen sejak pertengahan Oktober ini,” tutur Sutatang.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.