SUARA CIREBON – Jumlah kasus kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Cirebon tercatat menurun.
Penurunan jumlah kasus tersebut terlihat dari laporan yang masuk ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Cirebon.
Penjabat (Pj) Bupati Cirebon, Wahyu Mijaya menyampaikan, pada tahun 2021 lalu, angka kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak yang dilaporkan ke P2TP2A Kabupaten Cirebon sebanyak 101 kasus.
Kemudian di tahun 2023, angkanya sempat naik menjadi 107 kasus. Sementara sejak Januari sampai Oktober 2024 ini, hanya ada 31 kasus. Itu artinya, di tahun 2022 dan 2023 rerata angkanya sebanyak 8 sampai 9 kasus dalam satu bulan. Sedangkan di tahun 2024 ini, rerata angkanya hanya 3 kasus dalam satu bulannya.
“Jadi, kalau dilihat dari yang melaporkan alhamdulillah turun,” ujar Wahyu Mijaya, usai membuka acara Coaching Lanjutan bagi Tenaga Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Cirebon, di salah satu hotel di Kecamatan Kedawung, Senin, 28 Oktober 2024.
Kendati demikian, pihaknya tetap mewaspadai agar tidak sampai ada korban-korban kekerasan dan pelecehan yang tidak ditangani karena tidak melaporkan ke P2TP2A.
“Kami tetap mewaspadai, jangan sampai ada korban-korban yang tidak melaporkan kemudian kita tidak bisa tangani,” kata Wahyu.
Pihaknya akan terus mengoptimalkan sejumlah lembaga yang sudah ada dalam penanganan kasus tersebut. Selain itu, beberapa upaya lainnya yang bisa dilakukan akan dicoba untuk dilakukan, salah satunya ialah pembentukan UPTD PPA.
“Mudah-mudahan semakin lembaga terbentuk, semakin bisa mengoptimalkan perlindungan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Cirebon,” terangnya.
Pada prinsipnya, lanjut Wahyu, Pemkab Cirebon menghendaki lebih banyak upaya dalam melakukan perlindungan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Cirebon. Selain itu, pihaknya juga mendorong masyarakat yang menjadi korban untuk melapor.
“Jangan sampai tidak dilaporkan, sehingga tidak bisa dilakukan pendampingan dari kami,” tegasnya.
Keberanian masyarakat yang menjadi korban kekerasan dan pelecehan untuk melapor dapat meminimalisasi kejadian serupa, hingga tidak ada lagi kasus tersebut di Kabupaten Cirebon.
“Memang yang paling bagusnya tidak ada lagi kasus kekerasan, pelecehan. Jika terjadi maka kami menghendaki segera melapor, sehingga bisa ditindaklanjuti,” tegasnya.
Senada, Biro perencanaan dan Keuangan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dwi Budi Prasetyo Supardi mengatakan, upaya yang dilakukan Pemkab Cirebon terkait dengan mandat Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) diharapkan bisa terbentuk unit yang menangani langsung secara kelembagaan.
Ia mengatakan, P2TP2A dan UPT P5A yang sudah ada, dapat menjangkau membantu mendampingi korban kekerasan di tingkat desa.
“Memang Kabupaten Cirebon belum ada (unit secara kelembagaan, red), tapi secara kearifan lokal sudah ada P2TP2A dan UPT P5A,” ujar Dwi Budi Prasetyo Supardi.
Dari sisi penganggaran, menurut dia, pemerintah sudah mengalokasikan DAK nonfisik PPA dan DAK alokasi fisik. Namun, untuk tahun 2025 nanti, Kabupaten Cirebon tidak mendapatkan alokasi anggaran tersebut.
Ia menjelaskan, alokasi anggaran tersebut akan didapat Kabupaten Cirebon pada tahun 2026 mendatang. Menurutnya, keberadaan UPTD PPA di Kabupaten Cirebon yang saat ini tinggal finalisasi penyusunan Perbup, keberadaan Satgas dan Motekar serta komitmen Pemda, bisa menjadi salah satu kriteria digelontorkannya DAK fisik tersebut.
“Anggaran itu untuk renovasi rumah perlindungan sementara atau shelter. Kedua, untuk renovasi gedung UPTD PPA. Syaratnya tentu sudah ada bangunan tersebut, kemudian milik Pemda dan diperuntukkan bagi UPTD,” pungkasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.