SUARA CIREBON – Pengadilan Negeri Indramayu pertama kalinya menggelar sidang terdakwa kasus judi online melibatkan seorang perempuan muda berinisial RA, berusia 19 tahun.
RA tercatat sebagai terdakwa pertama kasus judol yang digelar di PN Indramayu. Gadis muda warga Desa Jatisura, Kecamatan Cikedung.
Pada sidang Selasa, 17 Desember 2024, dihadirkan dua saksi ahli. Masing-masing Irawan Afriyanto, ST, MT, ahli Teknologi Informatika dari Unikom Bandung, dan ahli Hukum Pidana dari Universitas Wiralodra (Unwir) Indramayu, Dr Dudung Indra Ariska, SH, MH.
Dari serangkaian persidangan dengan terdakwa RA dengan nomor perkara 357/Pid.Sus/2024 pada Selasa kemarin sudah memasuki tahap pembuktian.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Wimmi D. Simarmata, SH, MH dengan anggota Agus Eman, SH, dan Yanuarni Abdul Gaffar, SH.
Sidang kasus judi online perdana ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rafi Ahmad Subagdja, SH. Terdakwa RA didampingi tim kuasa hukum, Adi Iwan Mulyawan, SH, Nurul Fitriani, SH, Muhamad Zaki Mubarok, SH, MH, Saidah Nafisah, SHI, MH dan Nurudin, SH.
RA diseret ke pengadilan karena terlibat diduga dalam mempromosikan situs judi online di akun Instagram miliknya. Dari aktifitas itu, ia mendapatkan uang sebesar Rp500 ribu setiap dua minggu sekali.
Dalam keterangannya, Dudung menjelaskan tentang delik perjudian online sebagaimana diatur dalam Pasal 45 Ayat (3) jo. Pasal 27 Ayat (2) UU No. 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dudung menjelaskan, permainan perjudian dalam ketentuan tersebut termasuk delik formil yang titik beratnya pada perbuatan, dan tidak memerlukan akibat sebagaimana jenis delik meteril yang titik beratnya pada akibat.
Dijelaskan, setiap subyek hukum yang mendistribusikan, mentransmisikan, dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian dinilai deliknya telah terlaksana secara sempurna dan memiliki ancaman pidana (voltooid).
“Ketentuan ini diatur pada Pasal 45 Ayat (3) jo. Pasal 27 Ayat (2) UU No. 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” jelas Dudung.
Dudung juga menjelaskan pertanyaan penasihat hukum soal penggunaan Pasal 45 Ayat (3) jo. Pasal 27 Ayat (2) UU No. 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan tidak menggunakan Pasal 303 KUHP dan atau Pasal 303 bis KUHP.
Ia menjelaskan, Pasal 303 KUHP mengatur Perbuatan dan Sanksi Pidana berkaitan dengan penyelenggaraan perjudian, bandar judi dan orang-orang yang turut membantunya dalam menggelar perjudian.
Pasal 303 bis KUHP mengatur tindak pidana perjudian secara umum yang mencakup segala bentuk perjudian, tanpa memandang apakah perjudian itu dilakukan melalui media elektronik atau dilakukan secara konvensional.
“Pasal ini juga mengatur sanksi terhadap orang yang mengadakan atau melakukan perjudian baik sebagai pemain, maupun penyelenggara,” tuturnya.
Dudung menambahkan, bila jenis perjudian yang dimaksud dalam Pasal 303 Ayat (3) KUHP jo. 303 bis KUHP diselenggarakan melalui media elektronik, maka berlaku asas hukum lex specialist derogat legi generali yang memiliki arti hukum khusus mengesampingkan hukum umum.
“Asas tersebut, secara kaidah diatur dalam Pasal 63 Ayat (2) menegaskan “Apabila suatu perbuatan diatur dalam ketentuan pidana umum, juga diatur dalam ketentuan pidana khusus maka yang diterapkan adalah ketentuan pidana khusus,” tuturnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.