SUARA CIREBON – Belajar dari kasus Vina Cirebon, Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri mendesak penasehat hukum mengambil langkah sedikit memutar dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Desakan ini berkaitan dengan kesetaraan di depan hukum, terkait akses ke barang bukti dalam penanganan sebuah perkara pidana.
“Judicial Reviewnya ke MK ya, bukan ke MA (Mahkamah Agung),” tutur Reza Indragiri.
Selama ini, dalam proses penanganan perkara pidana, barang bukti sepenuhnya hanya dalam penguasaan penyidik dan jaksa.
Hasil pengujian atas barang bukti oleh penyidik itu yang menjadi satu-satunya versi pembuktian di persidangan, dan dianggap sebagai kebenaran.
Padahal, kalau mau memenuhi azas fairness dan kesetaraan di hadapan hukum, barang bukti itu semestinya bisa diuji tandingan oleh terdakwa.
“Jadi, dalam setiap persidangan nanti bisa ada dua versi pembuktian, dan keduanya bisa diuji secara saintifik,” tutur Reza Indragiri.
Jika sudah ada pembuktian saintifik, selanjutnya, biar hakim yang memutuskan versi mana yang akan hakim percayai. Apakah pembuktian versi penyidik dan penuntut (polisi dan jaksa), atau versi terdakwa melalui penasehat hukumnya.
Selama ini, Reza Indragiri melihat ada ketimpangan dalam penanganan perkara pidana. Tidak ada kesetaraan hak di muka hukum, terutama akses terhadap barang bukti.
“Selama ini akses hanya terbuka bagi satu pihak namun tertutup bagi pihak lain yang berperkara, ini saya liat sebagai pelanggaran terhadap konstitusi,” tutur Reza Indragiri.
Menurutnya, aturan main tentang kesetaraan akses ke barang bukti itu perlu diubah. Mekanismenya, para penasehat hukum dalam kauss Vina Cirebon bisa lewat judicial review ke MK.
Reza Indragiri memberi contoh kasus OJ Simpson, seorang pemain baseball Amerika yang sempat dituduh membunuh istrinya oleh pengadilamn federal Amerika.
Namun OJ Simpson akhirnya bebas karena ada fasilitas hukum berupa cross examination. Jaksa penuntut mengajukan DNA sebagai bukti Utama pembunhan OJ Simpson terhadap istrinya.
Namun OJ Simpson melalui penasehat hukumnya, mengajukan uji tandingan terhadap DNA yang dijadikan barang bukti jaksa.
Lewat uji saintifik, OJ Simpson berhasil membuktikan bahwa DNA yang diajukan jaksa sudah tercemar dan tidak bisa dijadikan bukti pembunuhan.
“OJ Simpson lalu bebas karena hakim lebih percaya pada pembuktian OJ Simpson,” tuturnya.
Kasus ini sangat berbeda dengan kasus Vina Cirebon. Dalam kasus Vina, sesuai dengan perkaranya, disebutkan bahwa Vina menjadi korban ruda paksa dan ada sperma di alat kemaluannya.
“Namun dalam persidangan, hakim mempercayai soal sperma. Meskipun tidak jelas itu sperma siapa. Karena terdakwa tidak punya akses, maka tidak bisa melakukan uji tandingan soal sperma di tubuh Vina. Sampai hari ini, tidak ada bukti saintifik yang menyebutkan bahwa sperma di tubuh Vina itu milik siapa,” tutur Reza Indragiri.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.