SUARA CIREBON – Seorang guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di SMPN 1 Kedawung, Kabupaten Cirebon meninggal dunia diduga usai mengalami perundungan di sekolah setempat, Jumat, 25 April 2025 dini hari.
Korban berinisial IM yang masih berusia 30 tahun ini disinyalir mengalami depresi berat akibat tekanan dan kekerasan verbal dari rekan sejawatnya di lingkungan sekolah setempat. IM wafat meninggalkan istri dan seorang anaknya.
Pihak keluarga yang enggan disebutkan namanya menjelaskan, korban sempat mengeluh karena kerap mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari rekan guru lainnya, termasuk cacian dan teguran keras yang membuatnya merasa dipermalukan di depan umum.
“Almarhum (korban) pernah cerita kepada istrinya bahwa ia merasa tertekan dan dipermalukan, bahkan saat memimpin salat duha pernah ditegur keras lewat pengeras suara gara-gara salah membaca surat,” jelasnya, Rabu, 30 April 2025.
Sebelum dinyatakan meninggal dunia, korban disebut sempat mendapatkan perawatan medis di RSD Gunung Jati Kota Cirebon karena kondisi fisiknya yang melemah. Hingga pada Jumat, 25 April 2025 pukul 03.00 WIB, IM dinyatakan meninggal dunia.
“Orangnya pendiam, kalau ada masalah sering dipendam imunnya jadi lemah karena pikiran,” katanya.
Bahkan pihak keluarga mengungkapkan, korban sering dimarahi oleh Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) bagian kurikulum di depan guru lainnya dan menambah tekanan psikologis yang dialaminya.
Diketahui, korban baru sekitar delapan bulan bertugas sebagai guru PAI di SMPN 1 Kedawung, setelah sebelumnya mengajar di salah satu SMP wilayah Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon.
Meski kasus ini tidak dibawa ke jalur hukum, pihak keluarga meminta agar oknum wakasek kurikulum yang diduga melakukan kekerasan verbal tersebut dicopot dari jabatannya dan dibebaskan dari tugas-tugas sekolah, termasuk kegiatan PPDB/SPMB.
“Alhamdulillah permintaan kami dikabulkan. SK pemberhentian sebagai wakasek kurikulum sudah keluar. Kami sudah ikhlas,” ungkap keluarga.
Menanggapi hal tersebut, Kepala SMPN 1 Kedawung, Yeni Suryani, membantah adanya dugaan tindakan perundungan tersebut. Menurutnya, yang terjadi hanyalah kesalahpahaman di internal.
“Bukan bullying (perundungan). Kami memang tegas, tapi itu bagian dari pembinaan. Kami sudah bertemu keluarga almarhum, sudah tabayun, dan semuanya sudah clear,” ujarnya.
Yeni menegaskan, pemberhentian wakasek kurikulum hanya sebatas jabatan struktural, bukan pemecatan sebagai ASN.
“Kami juga sudah bertakziah. Kami memahami keluarga sedang berduka, jadi kami tetap menghormati semua proses yang terjadi,” pungkasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.















