SUARA CIREBON – Pengacara tersangka kasus longsor tambang galian C Gunung Kuda, Yudi Aliyudin meminta aparat penegak hukum (APH) memeriksa semua pihak yang terlibat dalam perizinan penambangan yang dilakukan Kopontren Al Azhariyah.
Seperti diketahui, Polresta Cirebon resmi menetapkan Ketua Koperasi Al-Azhariyah, Abdul Karim, selaku pemilik tambang, dan Kepala Teknik Tambang, Ade Rahman, selaku pengawas sebagai tersangka dalam kasus longsornya tambang batu galian C di Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon.
Sebagai pengacara tersangka, Yudi mengaku akan blak-blakan terkait siapa saja yang terlibat dalam memuluskan perizinan tambang Gunung Kuda. Menurut Yudi, kliennya telah menempuh semua perizinan secara prosedural dan juga melibatkan semua pejabat negara, mulai, DPMPTSP Provinsi Jabar, ESDM Provinsi Jabar, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Semua yang terlibat dalam perizinan harus dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik, termasuk bupati dan gubernur. Apalagi gubenur mengakui ada kelalaian. Mereka semua yang mengeluarkan izin dan rekomendasi aktivitas tambang, masa yang jadi tersangka dua orang. Yang salah satunya klien saya,” kata Yudi kepada awak media, Selasa, 17 Juni 2025.
Menurut Yudi, material dari aktivitas tambang Gunung Kuda banyak digunakan untuk proyek-proyek nasional seperti Tol Palikanci, Pelabuhan Patimban dan proyek-proyek swasta lainnya. Namun, lanjut Yudi, ketika terjadi insiden pemerintah justru tidak mem-back up.
“Yang paling utama dari aktivitas tambang Al Azhariyah itu tambang rakyat. Yang setiap hari ribuan orang mengandalkan sebagai sumber kehidupan. Kalau dilarang mereka (masyarakat, red) akan protes,” katanya.
Yudi menuturkan, atas kejadian longsor tersebut, kliennya dijerat Undang-Undang tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Padahal, menurut dia, yang jadi korban bukan karyawan Kopontren Al-Azhariyah, tapi masyarakat.
“Nah ini yang tidak dipahami oleh pemerintah secara komprehensif. Kenapa sih tidak di-back up. Jangan rakyat yang disalahkan. Saat kejadian pemerintah jangan cuci tangan,” ungkapnya.
Menurut Yudi, masalah Gunung Kuda cukup kompleks dan melibatkan banyak pihak.
“Faktanya empat bulan sebelumnya kejadian, ada police line di area pertambangan. Namun, police line itu tiba-tiba hilang. Akvitias jalan lagi. Kami juga tidak tahu siapa yang masang, siapa pula yang melepas,” ucapnya.
Ia mengaku kecewa atas insiden longsor Gunung Kuda dengan penetapan kliennya yang terlalu cepat.
“Yang saya pertanyakan, kenapa hanya dua tersangka, mana yang lainnya? Kita ingin yang komprehensif melihat permasalahan ini. Kalau klien kita salah, kita akui. Tapi, kenapa ESDM, Perhutani tidak didampingi saat kejadian itu. Terus kenapa mereka juga gak diperiksa. Kalau mau buka, buka-bukaan sekalian,” tegasnya.
Yudi menyebut hampir 70 persen keuntungan akvitias tambang untuk kepentingan pesantren.
“Selebihnya wajar ketika ada lebihnya untuk oprasional lainnya,” ujarnya.
Ia menambahkan, kliennya juga siap buka-bukaan berapa pajak yang disetorkan ke pemerintah melalui Dispenda.
“Kita punya datanya,” pungkasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.















