SUARA CIREBON – Longsor di area tambang galian C Kedung Jumbleng, Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Rabu, 18 Juni 2025 kemarin, menyebabkan dua pekerja meninggal dunia tertimbun material pasir dan batuan.
Peristiwa itu berujung penyegelan (penutupan) akses menuju lokasi galian C yang tidak mengantongi dokumen izin pertambangan alias illegal tersebut.
Perhatian serius pun diberikan sejumlah pihak atas peristiwa tersebut, salah satunya Anggota DPRD Kota Cirebon Fraksi PDI Perjuangan, Umar Stanis Klau (USK).
Umar menegaskan, mendukung penuh penutupan aktivitas galian C di kawasan Argasunya oleh Pemerintah Kota Cirebon. Namun, Umar peningatkan agar Pemkot Cirebon bisa memberikan solusi bagi warga yang selama ini menggantungkan hidup dari aktivitas penambangan pasir dan bebatuan tersebut.
“Pemerintah segera beri terobosan untuk mengangkat harkat martabat masyarakat di Kelurahan Argasunya dan Kelurahan Kalijaga,” kata Umar kepada awak media, Kamis, 19 Juni 2025.
Umar meminta agar masyarakat di wilayah selatan Kota Cirebon yang selama ini terpinggirkan dan tidak memiliki pekerjaan formal itu, dapat hidup layak.
“Tentu, Pemerintah Kota Cirebon segera memberikan program atau fasilitas agar kemampuan dan keterampilan mereka bisa tertampung untuk bisa menghidupi keluarganya,” ujar wakil rakyat dapil Harjamukti ini.
Dirinya mengusulkan agar Mall UMKM yang berada di Jalan Cipto untuk dipindahkan ke area Argasunya, sehingga wisatawan bisa memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat di Kawasan itu.
“Apapun namanya ada alternatif lain untuk jalan hidup mereka. Kalau Mall UMKM disana perekonomian bisa merata. Hasil home industri mereka bisa dipasarkan dengan cepat, sehingga mereka tidak akan takut lagi untuk tidak bisa makan,” jelasnya.
Menurutnya, longsor yang terjadi di galian C Argasunya tersebut, merupakan cermin tragedi kemunusiaan akibat ketidakberdayaan masyarakat dalam mencari penghidupan yang layak.
“Persoalan ini bukan tragedi hukum, tapi tragedi kemanusiaan berkaitan dengan hajat hidup dan urusan nafkah. Tentunya ini tanggung jawab pemerintah juga,” pungkasnya.
Terpisah, Kapolres Cirebon Kota AKBP Eko Iskandar menegaskan, status hukum area tambang galian C Kedung Jumbleng Argasunya yang mengalami longsor bukanlah tambang aktif.
“Terkait tambang di Argasunya ini kan bukan tambang aktif, tetapi bekas tambang, dan tidak ada aktivitas penambangan yang legal, jadi digunakan oleh masyarakat sekitar untuk menambang dengan alat seadanya untuk mencari nafkah,” kata AKBP Eko Iskandar.
Aktivitas penambangan di eks galian C, menurut Eko, murni aktivitas penambangan individu yang dilakukan masyarakat dengan menggunakan alat seadanya dan secara tradisional.
“Jadi tidak ada lembaga atau kepemilikan secara perusahaan, tidak seperti yang di Gunung Kuda, kalau di Argasunya murni tidak punya izin dan penambangan dilakukan per orangan,” katanya.
Bahkan area yang longsor merupakan tanah milik keluarga. Dua orang yang menjadi korban pun kakak beradik.
“Kemarin yang tertimbun longsor itu kakak beradik, jadi mereka menambang di tanah milik orang tuanya,” kata Eko.
Terkait status hukum, Eko belum dapat memastikan, untuk sementara ini pihaknya bersama pemerintah masih mencari solusi agar warga setempat tidak lagi menambang.
“Jadi kalau melihat dari tersebut kita mengedepankan sisi sosialnya, jadi bagaimana kita untuk mencari solusi agar tidak lagi mengambil resiko menjadi kuli tambang lagi kemudian bagaimana caranya kita bisa membatasi jalan, contohnya dengan membuat parit sehingga tidak bisa dilalui truk,” pungkasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.















