SUARA CIREBON – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon menetapkan enam tersangka korupsi mega proyek pembangunan gedung Sekretariat Daerah (Setda) Kota Cirebon, yang dikerjakan tahun jamak (multiyears) 2016, 2017 dan 2018, senilai Rp89 miliar, Rabu, 27 Agustus 2025.
Kasi Intel Kejari Kota Cirebon, Slamet Haryadi mengatakan, dari enam tersangka tersebut, tiga di antaranya merupakan pihak swasta sementara sisanya aparatur sipil negara (ASN) aktif dan mantan ASN.
Para tersangka tersebut yakni, mantan kepala Dinas PUTR tahun 2017, BR (67) selaku Pengguna Anggaran (PA), Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUTR tahun 2018, IW (58) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang saat ini menjabat sebagai Kadispora, PH (50) selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
Serta HM (62) selaku Team Leader PT Bina Karya, AS (52) selaku Kepala Cabang Bandung PT Bina Karya dan FR (53) selaku Direktur PT Rivomas Pentasurya Tahun 2017-2018 sebagai Penyedia.
Slamet mengatakan, berdasarkan hasil penyidikan diperoleh fakta bahwa fisik pekerjaan pembangunan yang telah dilaksanakan tidak sesuai dengan RAB (Rangcangan Anggaran Biaya) dan spesifikasi teknis sebagaimana yang tertuang dalam kontrak.
“Berdasarkan hasil penghitungan fisik yang dilakukan oleh Tim Politeknik Negeri Bandung diperoleh kesimpulan bahwa kualitas maupun kuantitas tidak sesuai dengan spesifikasi sebagaimana kontrak,” ujar Slamet.
Modus para tersangka, lanjut Slamet, mengurangi spesifikasi yang tertera di RAB. Akibatnya, bangunan gedung Setda Kota Cirebon tidak layak untuk digunakan.
“Bangunan gedung Setda Kota Cirebon rawan ambruk karena banyak yang tidak sesuai spesifikasi,” paparnya.
Akibat pekerjaan yang tidak sesuai RAB dan spesifikasi teknis tersebut, berdasarkan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Nomor 33/SR/LHP/DJPI/PKN.01/08/2025 tanggal 6 Agustus 2025 yang dilakukan BPK RI, terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp26.520.054.000,05.
“Audit BPK dan hasil penyidikan termasuk uji materil didapati kerugian negara mencapai Rp26,5 miliar,” ujar Slamet.
Tim penyidik, imbuh Slamet, menjerat para tersangka dengan sangkaan Primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pas Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Seperti diketahui, penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Negeri Kota Cirebon itu berawal dari adanya kekurangan pembayaran pihak kontraktor ke kas negara sebesar Rp11,3 miliar, sebagaimana hasil audit BPK.
Nilai Rp11,3 miliar tersebut berasal dari denda (pinalti) keterlambatan pembangunan gedung Setda yang seharusnya rampung tahun 31 Desember 2017, namun baru selesai April 2018 atau terlambat selama 131 hari.
Pihak kontraktor waktu itu hanya menyetor sebagian kecil dari denda tersebut, yaitu Rp1,7 miliar pada tahun 2018.
Berawal dari temuan tersebut, Kejaksaan Kota Cirebon bergerak melakukan penyelidikan. Penyidikan diawali dari pemeriksaan fisik pada November 2024. Kemudian memeriksa dokumen untuk memastikan ada atau tidaknya potensi kerugian keuangan daerah dan ketidaksesuaian pekerjaan dengan anggaran.
Dalam pemeriksaan fisik Gedung Setda Kota Cirebon tersebut, penyidik Kejaksaan melibatkan para ahli dari Politeknik Negeri Bandung. Hasilnya, diketahui total kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp26,5 miliar lebih.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.















