SUARA CIREBON – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon mendukung pendekatan restorative justice (RJ) dalam penyelesaian kasus hukum yang melibatkan anak-anak di bawah umur, terutama yang berkaitan dengan aksi demonstrasi yang berujung pada penjarahan dan tindakan anarkistis, pada 30 Agustus 2025 lalu.
Ketua DPRD Kabupaten Cirebon Sophi Zulfia menyampaikan keprihatinan mendalam atas keterlibatan anak-anak dalam aksi yang berujung pada pelanggaran hukum tersebut. Ia menyesalkan bahwa generasi muda justru terseret dalam tindakan destruktif yang merugikan banyak pihak.
“Bagaimanapun, anak-anak ini adalah generasi penerus bangsa yang nantinya akan mengambil alih tongkat kepemimpinan, termasuk di Kabupaten Cirebon. Ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk membina mereka,” ujar Sophi saat mendampingi Menteri PPPA, Arifatul Choiri Fauzi meninjau anak berhadapan dengan hukum (ABH) di Kabupaten Cirebon, Selasa, 9 September 2025.
Menurut Sophi, sinergi antara pemerintah daerah, DPRD, aparat penegak hukum dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk memastikan anak-anak mendapatkan pembinaan yang tepat. Ia menekankan pentingnya pendekatan edukatif dalam pembinaan ABH, tanpa mengesampingkan efek jera agar mereka tidak mengulangi perbuatan yang sama.
Sementara itu, Kapolresta Cirebon Kombes Pol Sumarni mengungkapkan, terdapat 13 anak yang diamankan pascainsiden tersebut. Mayoritas dari mereka diketahui masih berstatus sebagai pelajar.
Sebagai bentuk tanggung jawab moral dan edukatif, pihak kepolisian menyelenggarakan program pesantren kilat bagi ABH, yang dirancang untuk membentuk karakter dan memberikan pemahaman hukum kepada anak-anak.
“Sudah ada empat angkatan yang mengikuti program pesantren kilat ABH, dengan total peserta mencapai sekitar 160 pelajar,” jelas Sumarni.
Program ini bertujuan agar para pelajar yang terlibat tidak hanya memahami kesalahan mereka, tetapi juga mendapat pembekalan nilai moral dan spiritual yang dapat membentuk perilaku positif ke depannya.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia, Arifatul Choiri Fauzi, mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh Polresta Cirebon.
Arifatul Fauzi menegaskan bahwa meskipun para pelaku masih di bawah usia 18 tahun, proses hukum tetap akan berjalan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, pendekatan restorative justice dinilai lebih tepat untuk diterapkan dalam kasus ini.
“Restorative justice memungkinkan proses penyelesaian yang lebih berkeadilan dan berorientasi pada pemulihan, bukan semata-mata penghukuman,” ungkapnya.
Ia juga mengajak semua pihak, termasuk para orang tua dan pihak sekolah, untuk mengambil pelajaran dari peristiwa ini.
“Menyampaikan pendapat di muka umum merupakan hak setiap warga negara, termasuk anak-anak. Namun, harus dilakukan secara tertib dan tidak disertai tindakan anarkistis,” tegasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.















