SUARA CIREBON – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cirebon bersiap menyelaraskan pelaksanaan kebijakan pro-rakyat atas implementasi kebijakan pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Pemkab Cirebon juga menganalisis dampak dari implementasi kebijakan tersebut terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Langkah penyelarasan dan analisis tersebut dilakukan dalam sebuah forum yang menghadirkan berbagai pihak terkait di salah satu rumah makan di wilayah Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon pda Kamis, 2 Oktober 2025.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Cirebon, Hendra Nirmala, menegaskan, kebijakan pembebasan ini harus dipandang sebagai bagian dari strategi fiskal yang berkeadilan.
“Kebijakan ini berpihak sosial tanpa mengabaikan keberlanjutan keuangan. Namun, kita juga harus cermat, karena pembebasan BPHTB dan PBG diperkirakan berpotensi mengurangi PAD (Kabupaten Cirebon) hingga Rp20 miliar,” ujar Hendra.
Menurut Hendra, potensi kehilangan pendapatan dari sektor BPHTB diperkirakan mencapai Rp15 miliar atau sekitar 17% dari total penerimaan BPHTB. Sementara dari retribusi PBG, potensi kehilangannya berkisar di angka Rp4 hingga Rp5 miliar, atau 31% dari target Rp13 miliar.
“Maka diperlukan kecermatan dalam merancang kebijakan, agar daerah tetap mampu memenuhi kewajiban belanja publik, pelayanan, dan pembangunan infrastruktur,” kata Hendra.
Dalam rapat tersebut, Hendra juga menyampaikan, dasar hukum pelaksanaan kebijakan ini telah diatur melalui Peraturan Bupati Cirebon Nomor 1 dan 2 Tahun 2025. Peraturan ini diterbitkan sebagai tindak lanjut atas Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri terkait percepatan program pembangunan tiga juta rumah.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Cirebon, Erus Rusmana menuturkan, rapat koordinasi ini bertujuan memperkuat sinergi antarlembaga dalam menjalankan kebijakan pembebasan BPHTB dan retribusi PBG secara efektif.
“Kita ingin memastikan seluruh perangkat daerah dan pemangku kepentingan, seperti PPAT, notaris, asosiasi perumahan, hingga kepala OPD, memiliki pemahaman yang sama, baik dari sisi regulasi, teknis pelaksanaan, hingga dampaknya terhadap PAD,” kata Erus.
Erus mengatakan, rapat tersebut memiliki empat tujuan utama, yaitu menyampaikan dasar hukum dan teknis pelaksanaan kebijakan, mengidentifikasi dampak terhadap PAD, merumuskan langkah koordinatif yang berkelanjutan, dan memperkuat sinergi antarlembaga dalam pelayanan kepada MBR.
Rapat koordinasi ini dihadiri oleh sekitar 100 peserta dari berbagai elemen, termasuk pejabat pembuat akta tanah (PPAT), notaris, asosiasi pengembang, serta kepala perangkat daerah dan badan terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten Cirebon.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.















