SUARA CIREBON – Perluasan layanan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Cirebon masih dihadapkan pada sejumlah persoalan mendasar.
Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat, salah satu persoalan adalah keberadaan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kabupaten Cirebon yang belum mencukupi kebutuhan ideal.
BGN menilai, kondisi tersebut berpotensi mengganggu kelancaran suplai makanan harian bagi para pelajar.
Kepala Biro Umum dan Keuangan BGN, Lili Khamiliyah menyampaikan, Kabupaten Cirebon seharusnya memiliki 213 SPPG. Namun hingga kini baru 135 unit yang memperoleh surat keputusan pembentukan.
Dari jumlah tersebut, hanya 93 SPPG yang benar-benar telah beroperasi, sementara 42 unit lain masih berkutat pada persiapan teknis.
Lili menegaskan, ketidakseimbangan kapasitas ini berpengaruh langsung pada proses distribusi MBG. Distribusi menu MBG bagi ribuan siswa setiap hari dipastikan lancar jika seluruh fasilitas telah memenuhi standar.
Menurutnya, dapur yang belum memenuhi standar, secara otomatis tidak bisa memproduksi makanan dalam jumlah besar.
“Apalagi dengan tuntutan keamanan pangan yang ketat,” kata Lili di Kabupaten Cirebon, Senin, 1 Desember 2025.
Selain itu, lanjjt Lili, persoalan kualitas dapur juga menjadi sorotan. Pasalnya, tiga komponen utama yakni sertifikat laik higiene sanitasi (SLHS), sertifikasi koki, dan standar Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) belum terpenuhi. HACCP adalah sistem manajemen keamanan pangan yang wajib diterapkan di dapur MBG.
Dari keseluruhan SPPG yang tercatat, baru 89 unit yang mendapatkan SLHS. Sedangkan 46 SPPG lainnya masih menunggu pemenuhan syarat. Untuk sertifikat chef, 64 SPPG dinilai telah memenuhi ketentuan, sedangkan 30 SPPG belum memiliki tenaga yang tersertifikasi.
Lili menjelaskan, keterlambatan pemenuhan sertifikasi ini membuat jaminan kualitas makanan belum seragam antarwilayah.
“Kemampuan tenaga dapur dan higienitas fasilitas adalah aspek dasar. Tanpa keduanya, kualitas gizi bisa tidak stabil,” paparnya.
Dalam ranah pengawasan kualitas makanan, pemeriksaan dilakukan sejak bahan baku diterima hingga makanan didistribusikan. Setiap dapur diwajibkan memiliki hasil uji laboratorium terhadap air yang digunakan untuk memasak, serta memastikan suhu matang makanan sesuai standar keamanan sebelum dikirim ke sekolah.
Pihaknya juga menyoroti belum adanya kerja sama aktif dengan BPOM Bandung yang dinilai dapat memperkuat pengawasan mutu pangan, seperti uji kontaminan, pengecekan bahan tambahan pangan, dan verifikasi standar produksi.
Karenanya, BGN mendorong Pemkab Cirebon untuk mempercepat peningkatan infrastruktur dapur, memperbanyak tenaga bersertifikat, serta membangun kemitraan pengawasan yang lebih intensif.
Lili menegaskan, keberhasilan MBG tidak sekadar ditentukan oleh anggaran, tetapi kesiapan teknis yang matang.
“Penguatan di level dapur adalah kunci agar layanan berjalan konsisten dan aman,” pungkasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.















