CIREBON, SC- Politikus Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Kota Cirebon, Harry Saputra Ghani menegaskan, pihaknya sangat menolak wacana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dilakukan melalui DPRD. Baginya, hal itu tidak sejalan dengan semangat reformasi.
Harry menilai, jika wacana ini disetujui, maka semangat demokrasi akan mengalami kemunduran, sebab Pilkada adalah bagian dari semangat reformasi, agar masyarakat dapat memilih calon kepala daerah yang berasal dari masyarakat.
“Mundur banget. Kalau kita tahu semangat dari Pilkada, itu kan bagian dari semangat reformasi, agar namanya masyarakat bisa memilih calon-calon kepala daerah yang berasal dari masyarakat,” ujarnya kepada Suara Cirebon, Kamis (28/11).
Menurut Harry, terpilihnya Jokowi sebagai kepala negara adalah bagian dari produk pemilihan secara langsung dari masyarakat. Bahkan dalam pandangannya Pilkada langsung termasuk salahsatu amanah dari reformasi.
“Artinya Pak Presiden hari ini merupakan produk hasil reformasi yaitu melalui pemilihan langsung. Ada plus dan minus tentunya. Kita harus lihat bahwa esensinya itu Pilkada langsung dari masyarakat. Saya pribadi melihat Pilkada langsung itu amanah daripada reformasi dan sistem demokrasi kita,” lanjut dia.
Ia tidak sepakat bila Pilkada melaui DPRD. Namun, jika wacana itu diberlakukan, maka lebih baik berlaku ke Pemilihan Gubernur (Pilgub) saja sesuai dengan UU No 23 Tahun 2014 bahwa gubernur itu kepanjangan dari presiden atau pemerintah pusat.
Jika kebijakan itu berlaku untuk Pilgub sangat tepat sekali. Pihaknya juga memberikan dua usulan untuk sisitem pemilihan gubernur yakni dipilih DPRD provinsi atau secara langsung dipilih presiden. Pasalnya, gubernur kepanjangan dari pemerintah pusat.
“Ini pandangan saya sebagai anggota dewan Kota Cirebon yah. Karena bagaimanapun juga untuk mengejawantahkan program pusat ke daerah-daerah adalah melalui gubernur, sehingga idealinya ditunjuk presiden,” tandasnya.
Diakui, jika gubernur ditunjuk langsung oleh presiden memang hal yang tidak mungkin. Bagi dia lebih idealnya gubernur dipilih oleh DPRD provinsi.
Adapun untuk Pilkada di tingkat kota dan kabupaten, Harry tetap mendukung dengan sistem pemilihan langsung yakni dipilih oleh masyarakat. Sebab, bupati atau walikota lah yang mengetahui kondisi masyarakatnya.
Soal biaya politik yang mahal, lanjut Harry, harus menjadi bahan utama kajin pemerintah pusat. Pasalnya dibutuhkan adanya regulasi.
Harry menyimpulkan, jika Pilkada dikembalikan ke DPRD, maka akan mengurangi semangat demokrasi masyarakat dan mengambil hak mereka dalam memilih calon pemimpin.
“Saya sebagai anggota dewan merasa mempunyai kekuatan kalau kepala daerah ini dipilih oleh dewan. Tetapi itu mengambil hak dan semangat reformasi yaitu untuk bisa memilih pemimpinnya,” katanya. (M Surya)