Rapat tindak lanjut penyelesaian sengketa pelaksanaan Pilkades serentak gelombang II tahun 2019 dipimpin Asda 1 Bidang Pemerintahan Aeron Randi didampingi Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Majalengka Rachmat Gunandar, Kepala Bagian Hukum Setda Majalengka Gungun, yang bertmpat di ruang rapat Desk Pilkades Setda Majalengka, Kamis (5/12).
Kepala Bagian Tata Pemerintahan (Kabag Tapem) Setda Majalengka Rachmat Gunandar mengatakan menindakanjuti pengaduan masalah hasil Pilkaes serentak di tiga desa dengan dijadwalkan pada Kamis tanggal 5 Desember yang dibagi jadwal rapat pada pagi hari jam 09.00 WIB sengketa Desa Kumbung, Kecamatan Rajagaluh, kemudian jam 13.00 WIB sengketa Desa Heuleut Kecamatan Leuwimunding, dan jam 16.00 WIB sengketa Desa Jatipamor Kecamatan Talaga dengan mengahdirkan panitia, camat, BPD, Panwas, Kapolsek dan Babinsa setempat serta calon kepala desa.
“Dari hasil rapat pagi dan siang yakni sengketa Desa Kumbung Kecamatan Rajagaluh dan sengketa Desa Heuleut Kecamatan Leuwimunding tidak mendapatkan kesepakatan bersama, sehingga dipersilakan menempuh jalur yang lain atau jalur hukum, “kata Rachmat.
Sebelumnya, terkait pemilihan 141 kepala desa serentak di Kabupaten Majalengka yang dilaksanakan pada tanggal 2 November 2019 lalu, calon kepala desa Jatipamor Kecamatan Talaga, Achmad Syahrial, melalui penasehat hukumnya, Wulansari, SH, MH dan rekan mendesak Bupati Majalengka untuk menangguhkan Surat Keputusan (SK) pelantikan kepala desa terpilih serta memohon mengeluarkan SK untuk menyelenggarakan Pilkades ulang Desa Jatipamor Kecamatan Talaga, karena dinilai cacat hukum.
“Bahwa klien kami selaku calon kepala desa dimintai sejumlah uang oleh oknum Panitia 11 sebesar Rp 37 juta, dengan dalih uang tersebut akan dipergunakan untuk tambahan biaya penyelenggaraan Pilakdes. Kemudian dalam pembentukan Panitia 11, terdapat dugaan adanya nepotisme dibuktikan dengan adanya hubungan kekeluargaan yang melekat antara anggota BPD dengan calon yang diusung, dan dengan bukti adanya 3 orang yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan calon yang diusung, ” ungkapnya.
Disebutkan, dalam pelaksanaan pemilihan, tempat pencoblosan (bilik) tertutup secara keseluruhan atau sama sekali tidak dapat ditentukan jumlah orang yang berada pada bilik suara, sehingga ada indikasi kecurangan yang tidak bisa diawasi semua pihak terutama dari pihak calon kades nomor 02.
Kejanggalan lainnya,bahwa berdasaran berita acara serah terima suara tertanggal 30 Oktober 2019 dari Kecamatan Talaga kepada Panitia Pilkades Desa Jatipamor sebanyak 2788 surat suara dengan total jumlah DPT di Desa Jatipamor sebanyak 2739, dan jumlah surat suara yang dicoblos sebanyak 2035 surat suara, dan surat suara yabg sisa atau yang tidak terpakai sebanyak 939. Apabila dijumlah dari keseluruhan surat suara yang telah dicoblos dengan surat suara yang tersisa adalah sebagai berikut, 2035 (yang dicoblos) ditambah 939 (sisa surat suara) sehingga hasilnya menjadi 2974 yang akhirnya ditemukan selisih atau kelebihan surat suara sebanyak 286 lembar.
“Pada saat berjalannya pencoblosan, proses tidak berjalan dengan baik. panitia 11 tidak menggunakan pengeras suara saat pemanggilan, kemudian timses calon nomor 1 melakukan pengancaman terhadap timses nomor 2 di sosial media dan radio panggil, ” ungkapnya.
Ditambahkannya, bahwa panitia pengawas tidak bekerja sebagaimana mestinya, bahwa panwas ikut serta mengurusi atau membantu tugas panita 11, dengan membiarkan timses nomor urut 01 berada di area pencoblosan yang seharusnya steril. Panitia 11tidak menyediakan form berita acara yang semestinya dipersiapkan untuk dipergunakan sebagai alat pembuktian. (Eka)