CIREBON, SC- Puluhan nelayan Bondet dan Gebang Kabupaten Cirebon menyambangi kantor DPRD Kabupaten Cirebon, Kamis (26/12). Kedatangan mereka untuk beraudiensi dengan Komisi II dan Komisi III DPRD Kabupaten Cirebon terkait nasib yang dialami para nelayan di dua wilayah tersebut.
Sekretaris KUD Mina Bumi Bahari Gebang, Agus Edi Hartono, mengatakan, audiensi dengan kedua Komisi tersebut terkait penggunaan alat tangkap Bolga yang dilarang oleh Pemerintah. Menurut Agus, alat tangkap Bolga yang digunakan nelayan bukanlah alat tangkap yang tidak ramah lingkungan.
Untuk menangkap ikan teri, nelayan Kabupaten Cirebon sudah sejak lama menggunakan alat tangkap tersebut, khusus untuk menjaring ikan teri. Agar ikan teri tidak lolos dari jaring. “Karena alat tangkapnya tidak diperbolehkan. Maka kami minta bantuan kepada dewan komisi dua dan tiga untuk mempertemukan nelayan dengan dinas terkait agar (penggunaan bolga) bisa dilegalkan. Kalau pun tidak (bisa dilegalkan), tapi ada surat yang memperbolehkan, khususnya untuk menangkap teri,” ujar Agus usai audiensi.
Dijelaskan Agus, larangan penggunaan Bolga oleh Pemerintah dan menggantinya dengan mata jaring selebar satu inci membuat nelayan pesimis bisa menjaring ikan teri. Agus menyayangkan peraturan Pemerintah tersebut karena bisa membuat potensi laut Cirebon tidak tergali oleh nelayan Cirebon sendiri.
“Bagaimanapun teri yang paling banyak ada di perairan cirebon. Nah kalau nelayan cirebon tidak boleh menangkap dengan alat tangkap yang ada, justru masyarakat luar yang akan menangkapnya. Masyarakat luar, khususnya dari Jawa Tengah itu boleh menggunakan alat tangkap yang dilarang itu,” kata Agus.
Agar nelayan Cirebon tidak merasa ketakutan karena akan ditangkap ketika menggunakan alat tangkap tersebut, Agus berharap agar jaring Bolga segera dilegalkan. “Sudah ada nelayan yang ditangkap bahkan sampai disidangkan gara-gara memakai alat tangkap itu,” ungkapnya.
Sementara, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Cirebon, Hermanto, menyampaikan, melalui mediasi dengan menghadirkan Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Koperasi dan UMKM dan Polairud itu persoalan yang dialami para nelayan sudah selesai.
Menurut Hermanto, Bolga sendiri merupakan alat tangkap ikan yang ramah lingkungan. Penggunaan alat tangkap tersebut dari awal sudah diperbolehkan. Hanya saja, kata dia, masyarakat nelayan belum melengkapi perizinannnya.
“Dari pihak dinas perikanan dan koperasi sebagai fasilitator pengurusan perijinan yang selama ini masyarakat nelayan mengalami kesulitan untuk mengurus perizinanannya. Padahal mereka sudah bersedia untuk mengurus dari sejak lama, cuma karena tidak ada fasilitator jadi terkendala masalah teknis. Tadi nelayan juga sepakat membayar retribusi kepada pemda,” kata Hermanto.
Ditambahkan Hermanto, perizinan yang akan difasilitasi pengurusannya oleh dinas terkait itu meliputi izin zona berlayar, CP, SPB, SLO dan SIUP bagi kapal yang beratnya diatas 5 sampai 10 groston. “Kalau untuk nelayan kecil, surat izin SLO berlaku satu minggu lalu diurus kembali,” pungkasnya. (Islah)















