MAJALENGKA, SC- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Majalengka memberikan penjelasan terkait perbedaan metode polymerase chain reaction (PCR) dan rapid test dalam pemeriksaan pasien Covid-19. Hal ini untuk memberikan pengertian kepada masyarakat untuk membedakan keduanya.
Ketua IDI Majalengka, dr. Hj. Erni Harleni, MARS, menuturkan, seorang dokter dalam melakukan diagnosa penyakit seorang pasien memerlukan proses cukup panjang, tak semudah teori yang diucapkan. Dimulai dengan anamnesa (wawancara) terpimpin antara dokter dengan pasien atau pendamping pasien. Dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik atau, bila diperlukan, dibantu pemeriksaan penunjang.
“Nah, pada kasus Covid-19 ini, pemeriksaan penunjang yang sering diminta dokter adalah radiologi berupa foto dada, CT Scan. Lalu, laboratorium dengan spesimen yang diambil dari darah, rapid test, laboratorium swab/PCR,” kata penanggung jawab Covid-19 IDI Majalengka ini, Rabu (29/4/2020).
Baca Juga: Kapolres Cek Posko Operasi Ketupat Lodaya
Pada masa pandemi Covid-19 sekarang ini, sering muncul istilah pemeriksaan menggunakan metode rapid test dan PCR. Kebanyakan masyarakat sulit membedakan keduanya. “Kalau rapid test itu pengambilan spesimen dari darah, sedangkan PCR spesimen harus diambil dari hidung dan mulut,” ujarnya.
Saat ini, laboratorium yang ditunjuk pemerintah untuk pemeriksaan PCR sangat terbatas. Untuk spesimen dari Kabupaten Majalengka, misalnya, pemeriksaan PCR dilakukan di Labkesda Jabar Bandung. Dan, mengingat sarana lab yang terbatas hasil pemeriksaan PCR rata-rata sekitar 1 minggu baru bisa diketahui.
“Jadi, setelah spesimen diambil oleh dokter spesialis patologi klinik, hasilnya dimasukkan ke dalam tempat khusus, terus dibawa ke Labkesda Jabar untuk diperiksa oleh tim ahli,” ungkapnya.
Baca Juga: Atasi Covid-19 RT/RW Dibekali Sepeda
Metode PCR lebih spesifik. Kalau PCR menyatakan positif, maka bisa disimpulkan pasien terinfeksi Covid-19. Dan jika negatif, maka harus ada pemeriksaan kedua, untuk menepis adanya negatif palsu karena adanya faktor-faktor kesalahan kepengambilan, pengelolaan, pengiriman spesimen atau faktor lainnya, sehingga perlu diambil spesimen pada hari berikutnya.
“Nah, bila sudah dua kali negatif, dapat disimpulkan PCR negatif. Jadi, satu kali pemeriksaan PCR negatif, tidak boleh langsung disimpulkan, harus ada pemeriksaan spesimen kedua,” tegasnya.
Ia menambahkan, walau PCR negatif belum tentu dokter mendiagnosa pasiennya tidak terpapar Covid-19 karena dokter harus mempertimbangkan gejala klinis pasien, waktu pengambilan spesimen serta hasil pemeriksaan penunjang lainnya.
Sedangkan metode rapid test adalah suatu metode skrining awal untuk mendeteksi antibodi (IgM dan IgG) yang diproduksi oleh tubuh saat melawan virus Corona. Antibodi itu dengan sendirinya akan dibentuk oleh tubuh saat terpapar virus Corona. Bila terdeteksi ada antibodi tersebut di dalam tubuh, itu artinya tubuh kita pernah terpapar Corona.”Tapi pembentukan antibodi perlu waktu, bahkan bisa sampai beberapa minggu,” paparnya.
Baca Juga: Baznas Salurkan Sembako di Panyingkiran
Tentang keunggulan pemeriksaan rapid test, metode ini mampu mendeteksi pasien secara lebih cepat dan dapat menapis pasien mana yang lebih berisiko terinfeksi Covid-19. Namun, “Kalau rapid test positif harus dikonfirmasi PCR karena mengindikasikan risiko tinggi. Tapi itu bukan jaminan pasti PCR-nya positif,” bebernya. (Eka/Rilis)