Oleh: Husein Fauzan Putuamar
*)Pengurus Ikatan Penulis Kependudukan dan KB Kabupaten Cirebon
ADALAH Prof. Dr. Ganjar Kurnia, seorang pakar demografi dalam sebuah seminar pernah menceritakan bahwa ada sebuah penelitian klasik tentang pengaruh kepadatan penduduk terhadap prilaku kehidupan manusia. Dalam paparannya, studi eksperimen itu, Calhoun mencoba men-design sebuah perkampungan buatan yang laik huni hanya oleh 45 ekor tikus. Selama proses studi berlangsung, kebutuhan air dan makanan disuplai secukupnya. Sehingga binatang percobaan ini memungkinkan tumbuh dan berkembang biak secara alami.
Namun sungguh mengejutkan ! Dalam studi itu, ketika populasi tikus itu telah berkembang mencapai sekitar jumlah dua kali lipat, berbagai reaksi aneh atau “kelainan” mulai muncul. Konon sebagian dari mahluk percobaan itu bertingkah berlebihan termasuk over seksual. Sebagian lagi berkelakuan homo seksual. Bahkan ada yang menjadi kanibal yakni memangsa tikus-tikus kawan bahkan mungkin saudaranya.
Apabila diamati secara seksama, sebab utama bencana itu logis merupakan sebab akibat pertumbuhan penghuni yang tidak terkendali, disamping timbulnya egoisme dan keserakahan umat manusia. Sehingga, kurang peduli terhadap kepentingan generasi mendatang. Barangkali banyak benarnya, pepatah yang mengatakan bahwa bumi ini bukan warisan nenek moyang, melainkan pinjaman anak cucu kita.
Perkembangan Penduduk Kota
Sekitar tahun 1990, kurang lebih 45 persen jumlah penduduk planet bumi ini bermukim di kota. Padahal, dua ratus tahun yang lalu, sekitar 97 persen penduduk dunia masih bermukim di perdesaan. Dan pada tahun 2010 lalu, lebih dari separuh penghuni planet ini bermukim di kota.
Yang patut mendapat catatan, eksplosi penduduk yang paling dahsyat akan terjadi pada kota-kota yang berada di belahan bumi sedang berkembang (sebutan lain untuk bangsa-bangsa tertinggal alias terbelakang atau sengsara). Sebagai ilustrasi, kota metropolitan Jakarta yang pada tahun 1950 hanya memiliki penduduk sekitar 1,8 juta jiwa, atau hanya berada pada posisi urutan ke 33 terbesar kota-kota dunia, diproyeksikan pada tahun 2027 nanti, akan menjadi kota urban raksasa yang berdampingan dengan Tokyo Jepang, Bombay India, Lagos Nigeria, dan Shanghai Cina. Para ahli kependudukan menyebut abad ini sebagai era dari revolusi urban.
Kajian teoritis para ahli kependudukan mengungkapkan bahwa pertumbuhan penduduk kota yang akan terjadi di negara-negara berkembang, jauh akan lebih cepat dibanding pertumbuhan penduduk kota yang terjadi di negara-negara yang telah maju. Inilah trend yang terjadi.
Indonesia
Di Indonesia, pertumbuhan penduduk di kota-kota telah menjadi salah satu masalah kependudukan tersendiri. Hal ini dilihat dari pertumbuhannya yang cukup signifikan. Sejak Sensus Penduduk (SP) 1971, penduduk perkotaan prosentasenya lebih rendah dari perdesaan. Namun, prosentase penduduk perkotaan meningkat pesat. Prosentase penduduk perkotaan pada SP 1990 hampir menjadi dua kali lipat prosentase penduduk perkotaan hasil SP 1971. Dengan demikian, salah satu fenomena kependudukan yang menonjol adalah proporsi penduduk perkotaan yang semakin besar.
Berdasarkan data Bappenas, jumlah penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan pada tahun 2010 berjumlah 128 juta jiwa atau mencapai 50% lebih dari total populasi Indonesia.
Sekitar tahun 2025 Bappenas memproyeksikan penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan akan terus meningkat menjadi 2/3 dari total populasi di Indonesia. Artinya, hanya tersisa 1/3 penduduk di Indonesia yang menempati pedesaan di seluruh Indonesia. Perkembangan penduduk perkotaan berjalan sangat pesat bila dibandingkan dengan perkembangan penduduk perdesaan. Jika selama sekitar 20 tahun terakhir, penduduk kota berkembang dengan kecepatan rata-rata 5,5 persen pertahun, maka penduduk perdesaan hanya berkembang rata-rata sekitar 0,8 persen pertahun.
Kota Cirebon
Kota Cirebon merupakan salah satu kota pantai utara pulau Jawa. Kota yang juga mendapat julukan Kota Wali ini sekitar 10 sampai 15 tahun yang lalu, perkembangannya biasa-biasa saja. Belum banyak dilirik para investor. Namun kini, dapat kita saksikan, perkembangan sekitar lima sampai 10 tahun terakhir begitu pesat. Mulai dari pusat-pusat perbelanjaan, perguruan tinggi, media cetak dan elektronik, tempat-tempat hiburan, fasilitas transportasi, dan fasilitas-fasilitas lain, perkembangannya cukup signifikan.
Sebagai gambaran, jumlah Penduduk Kota Cirebon tahun 2016 telah tercatat sebanyak 388.854 jiwa penduduk. Yang mendiami luas wilayah hampir mendekati 38 Km2. Dengan demikian, maka setiap Km2 rata-rata dihuni oleh sekitar 10.233 jiwa. Bahkan diproyeksikan pada tahun 2025, Kota Cirebon setiap Km2 akan dihuni oleh sekitar 12.000 jiwa. Padahal, tahun 1970, penduduk Kota Cirebon hanya 178.529, dengan kepadatan per-Km2 hanya 4.698 jiwa saja. Itu artinya, pertambahan penduduk terutama di perkotaan mengalami lonjakan yang luar biasa. Dalam kurun waktu 46 tahun, menjadi lebih dari dua kali lipat jumlah penduduk sebelumnya. Walaupun jumlah itu antara lain telah diintervensi dengan pengendalian kuantitas penduduk melalui keluarga berencana.
Bertambahnya penduduk pada suatu daerah, berimplikasi terhadap pemenuhan kebutuhannya. Terutama kebutuhan yang berkenaan dengan kepentingan umum. Dengan gambaran itu berapa puluh milyar dana pemerintah yang harus dianggarkan untuk pembangunan fasilitas kesehatan ? Berapa milyar untuk fasilitas pendidikan ? Berapa unit rumah yang perlu dibangun ? Berapa lapangan kerja yang mesti disiapkan ? Berapa sarana transportasi yang harus dianggarkan ? Dan sebagainya dan seterusnya.
Dengan gambaran itu, kiranya merupakan keputusan yang bijak, manakala memanage kependudukan diwilayah perkotaan atau cikal bakal kota (sub urban region) seperti pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ditangani sedini mungkin oleh institusi/ lembaga khusus yang kuat. Sehingga tidak menimbulkan masalah dikemudian hari yang dapat mengganggu agenda pembangunan berkelanjutan. Karena sesungguhnya, niat memanage persoalan kependudukan pasti berorientasi pada kemaslahatan ummat dan kesejahteraan rakyat. Sehingga pertumbuhan penduduk seperti dianalogkan Calhoun dalam sebuah eksperimen tidak perlu terjadi. Semoga ! Dirgahayu Program KB Nasional ! Wallahu a’lam.***