CIREBON, SC- Rumah Moderasi Beragama (RMB) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati resmi diluncurkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Jend (Purn) Fachrul Razi dalam kegiatan International Online Seminar for Moderation in Islam Seri I, Selasa (14/7/2020).
Acara yang berlangsung via Zoom Meeteng itu merupakan hasil kerjasama antara Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) dengan Lembaga Penjamin Mutu (LPM) IAIN Syekh Nurjati Cirebon, dengan mengusung tema “Moderation Perspectitve in Understanding the Religious Texts and Social Practices”.
Dalam webinar yang diikuti ribuan peserta dari dalam dan luar negeri itu, Jend Purn Fachrul Razi menyampaikan, inisiasi lahirnya konsep teoretis hingga praksis moderasi beragama yang digagas oleh Kementerian Agama menjadi kebutuhan yang mendesak.
“Beberapa kajian dan penelitian menunjukkan data yang signifikan mengenai kecenderungan ekspresi keberagamaan yang sempit dan ekslusif,” katanya.
BACA JUGA: Habiskan Rp30 M, IAIN Syekh Nurjati Miliki Gedung Termegah di Cirebon
Ia mengilustrasikan, hasil penelitian yang dilakukan oleh Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2018 di 18 kota/ kabupaten di Indonesia menunjukkan bahwa ancaman radikalisme-ekstremisme di kalangan kaum muda berusia 15-24 sangat mengkhawatirkan. Meskipun sikap moderat masih cukup mewarnai.
Hal ini dikuatkan oleh Rektor IAIN Syekh Nurjati, Dr Sumanta Hasyim MAg dalam sambutannya. Menurutnya, tren konservatisme dengan ciri scriptural plus komunal juga menguat.
“Fakta lapangan menunjukkan bahwa pola tersebut muncul saat kaum muda menggunakan dalil Al-Qur’an dan Hadis dengan pemahaman yang literal. Namun pada saat yang bersamaan tidak diikuti dengan kontekstualisasi makna teks sesuai dengan sebab munculnya ayat atau hadis tersebut,” kata Sumanta.
Sehingga, lanjut dia, RMB IAIN Syekh Nurjati mengambil peran untuk turut serta mengurai problematika keagamaan di Indonesia, melalui pengkajian, penelitian dan pendampingan kepada masyarakat secara intensif.
Lukman Hakim Saifuddin, selaku narasumber pertama mengatakan, kondisi faktual keberagamaan kita saat ini berada pada dua titik ekstrem, sehingga perlu ada pemahaman dan upaya untuk memoderasi cara beragamanya, bukan agamanya.
BACA JUGA: IAIN Cirebon Luncurkan Aplikasi Pembelajaran Daring
“Mengutip data penelitian yang dilakukan oleh Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. tentang literatur keislaman Generasi milenial, hasilnya menunjukkan bahwa generasi milenial sangat memiliki minat untuk untuk melakukan akses terhadap literatur keagamaan,”. Ujar Menteri Agama Periode 2014-2019 itu
Ia menegaskan, Letak masalahnya adalah pada pilihan topik, di mana jihad dan khilafah paling banyak diminati. Sehingga pemahaman agama dengan cinta dan kasih sayang harus ditanamkan pada setiap generasi muslim.
Senior Lecturer in the Study of Islam and Society, Griffith University, Australia, Adis Dudireja yang hadir sebagai narasumber kedua menyampaikan perlunya filtrasi paham dan ekspresi keberagamaan dengan cinta dan wawasan yang baik. Sehingga generasi muslim tidak terjebak dalam pemahaman keagamaan yang ekslusif dan ekstrem.
Lebih lanjut, menurut Mohammad Sobri, selaku narasumber ketiga mengungkapkan, Indonesia sesungguhnya memiliki perangkat yang ideal untuk mewujudkan kehidupan keberagamaan yang tengah-tengah, yaitu dengan Pancasila.
“Pancasila sangat relevan dengan ajaran Islam, sehingga menjadi muslim sekaligus bagian dari warga negara adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Menutup sesi diskusi, Alissa Wahid selaku narasumber keempat menekankan pentingnya pengarusutamaan moderasi beragama di Indonesia. Melalui Komitmen kebangsaan, Toleransi antar kelompok, Anti kekerasan, dan penerimaan terhadap tradisi dan adat istiadat.
“Signifikansi pengarusutamaan ini paling tidak dilandasi oleh tiga alasan. Pertama, kehadiran agama untuk menjaga martabat manusia dengan pesan utama rahmah (kasih-sayang). Kedua, pemikiran keagamaan bersifat historis, sementara realitas terus bergerak secara dinamis. Ketiga, Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dirawat melalui strategi kebudayaan,” ujar puteri Gus Dur dan Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian itu.
BACA JUGA: Banyak Remaja Terpapar Radikal, IAIN Cirebon Selenggarakan Seminar Internasional
Dr Faqihudin Abdul Kadir, dosen senior IAIN Syekh Nurjati mempertegas bahwa perspektif moderasi dalam pemahaman teks-teks keagamaan dan kehidupan praksis sosial sangat penting untuk dilakukan.
Ia melanjutkan, bagaimana perspektif moderasi dalam pemahaman teks-teks keagamaan ini bukan hanya menjadi standar operasional dalam kajian tetapi juga merasuk dan membudaya dalam kehidupan praksis sosial.
“Tantangan lain yang lebih nyata adalah bagaimana perspektif moderasi dalam pemahaman teks-teks keagamaan dan kehidupan praksis sosial ini menjadi life style bagi kalangan milenial yang tengah lelap dengan pola kehidupan disruptif,” ujarnya.
Ia berharap, dengan menghadirkan unsur pembuat kebijakan, akademisi, dan kalangan muda milenial pada kegatan hari ini dapat mengahsilkan rekomendasi-rekomendasi yang cerdas dan membumi dalam upaya pengarusutamaan moderasi beragama dalam menyongsong kehidupan masyarakat yang lebih damai, aman, dan sentosa. (Arif/Ril)