Oleh : MR. Zain
*)Pembina Honorer
DUNIA saat ini mengalami masalah yang begitu mengerikan. Sebagaimana kita ketahui musibah adanya virus mematikan ini membuat pergerakan manusia sangatlah dibatasi. Khususnya di Indonesia penyebaran virus mematikan yang sering dikenal dengan nama covid-19 ini, sangatlah berdampak pada tatanan kehidupan masyarakat. Dampak nyata dari adanya covid-19 selain penurunan kesehatan bahkan dapat membunuh setiap warga yang dihinggapinya, tentu berdampak pula pada resesi ekonomi.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam membangkitkan perekonomian khususnya pada masyarakat kalangan bawah. Salah satu upaya tersebut dengan cara memberikan bantuan kepada warga miskin. Lalu siapa yang dimaksud warga miskin? Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilansir di media online liputan6.com katagori warga miskin adalah warga yang mempunyai pendapatan di bawah 1,9 juta.
Jika berkaca pada fakta di lapangan, warga yang mempunyai pendapatan dibawah 1,9 juta ini, tentu sangatlah banyak, baik dari masyarakat biasa maupun orang yang telah berjasa membantu pemerintah dalam mengisi kemerdekaan dalam meningkatkan sumber daya manusia. Sebagaimana kita ketahui, tugas dalam hal peningkatan sumber daya manusia adalah guru.
Guru adalah sosok yang paling depan dalam mengisi kemerdekaan dalam mencerdaskan bangsa, baik guru yang bekerja pada satuan pendidikan milik pemerintah, maupun guru yang bekerja pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat atau swasta. Tahun 2020 ini guru yang bekerja pada satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah, didominasi oleh guru swasta atau yang lebih sering dikenal dengan nama honorer.
Ironisnya pada era pandemi ini dengan segala keterbatasan gerak manusia dalam mencari nafkah, pahlawan tanpa tanda jasa tersebut, khususnya honorer yang bekerja di lingkungan Kabupaten Cirebon sampai saat ini tidak mendapatkan penghargaan yang layak dari pemerintah. Padahal mereka telah mengabdi hampir puluhan tahun, tetapi penghasilan yang didapatkannya hanya rata-rata hanya Rp. 500.000,- dalam setiap bulannya.
Apakah guru dengan penghasilan tersebut dalam hal ini honorer dapat bantuan sosial dari pemerintah? Sama sekali tidak! Berbagai upaya mereka telah ditempuh untuk dapat mengetuk seluruh pemangku kebijakan agar dapat memperhatikan mereka dan keluarganya. Bantuan tersebut tentu dalam rangka mempertahankan kehidupannya, karena mereka juga sangat terdampak adanya pandemi ini.
Mengapa tidak, yang sebelumnya mereka dapat mencari penghasilan tambahan setelah tugas negara dengan cara bekerja sebagai tukang ojek, berjualan di sekolah dan bekerja serabutan, tetapi pembatasan sosial membuat mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Dalam kehidupan normal saja mereka tidak pernah sejahtera apalagi sekarang di masa resesi ekonomi secara makro, padahal jasa mereka terhadap negara ini sangatlah besar.
Kemarin kita memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 75. Kemerdekaan tersebut patut kita syukuri karena sejatinya masyarakat tidak lagi dijajah oleh siapapun, baik fisik maupun psikis. Ternyata kemerdekaan tersebut tidaklah dirasa oleh para honorer. Mengapa demikian?, karena mereka merasa masih terjajah oleh sebuah ketidakadilan.
Ketidakadilan yang dirasakannya karena mereka merasa tenaga dan pikirannya “diperas” tetapi tidak diimbangi dengan penghasilan yang layak. Lalu kapan kemerdekaan itu mereka dapatkan? Entahlah hanya waktu yang bisa menjawab. Sedikit berbeda dengan sebagian honorer yang telah mendapatkan tunjangan profesi guru tempo hari.
Sebagaimana pernyataan dari salah satu guru honorer yang telah mendapatkan tunjangan tersebut, bahwa mereka bersyukur telah mendapatkan penghasilan tambahan dari tunjangan profesi, sebesar 1,5 jt rupiah perbulan yang diberikan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Pernyataan mereka tersebut tertulis dalam sebuah berita di salah satu media cetak lokal yang berada di Kabupaten Cirebon dengan headline “Guru Honorer Sujud Syukur di Depan Bupati Imron”.
Tunjangan yang mereka dapatkan tidak lain karena kerja kerasnya. Kerja keras yang di maksud adalah, mereka telah berhasil menyelesaikan kelulusan sebagai guru profesional yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Menjadi guru professional memang tidaklah mudah, diawali dengan tes kompetensi sebagai syarat mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) sampai mengikuti PPG selama 6 bulan dengan biaya hidup sendiri.
Bagaimana mereka sampai bisa mendaftarkan diri? tentulah mereka yang telah lolos seleksi persyaratan administrasi yang cukup ketat. Syarat utama dapat mengikuti PPG adalah mereka (honorer) yang telah mempunyai Surat Keputusan (SK) Gubernur, atau Bupati/Walikota di daerah masing-masing. Di Kabupaten Cirebon sendiri tidak sedikit honorer telah mempunyai SK dari Bupati. SK tersebut terbit sejak tahun 2018 silam.
Pada tahun 2018 dimana banyak kepala daerah yang belum “berani” mengeluarkan SK untuk honorer, Kabupaten Cirebon adalah salah satu contoh dari keberanian Kepala Daerah yang mau mengeluarkan SK tersebut. Keberanian tersebut bukan berarti tidak mendasar, karena bupati saat itu dipimpin oleh bapak Dr. Drs. H. Sunjaya Purwadi Sastra, M.M., M.Si, memprediksi dengan dikeluarkannya SK tersebut, beliau berkeyakinan akan menjadi manfaat bagi kemaslahatan para guru honorer di kemudian hari.
Terbukti saat ini, dari awal dikeluarkan SK tersebut, ternyata banyak manfaatnya bagi guru honorer, dimulai dari mudahnya mendapatkan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) sampai dapat mengikuti PPG. Jadi dengan segala keterbatasanya, beliaulah yang telah menorehkan “legesi” yang baik, bagi para guru khususnya honorer. Warisan yang baik tersebut diharapkan dapat ditingkatkan lagi, untuk bupati saat ini maupun bupati di masa yang akan datang. Peningkatan tersebut untuk dapat mendongkrak kompetensi akademiknya serta kesejahteraan para guru di Kabupaten Cirebon terlebih khusus para guru honorer.
Mendengar ucapaan dari Pak Sunjaya bupati saat itu selain mengeluarkan SK, beliau juga berencana memberikan dan menambahkan insentif kepada guru dan tenaga kependidikan honorer dengan nominal 750.000 perbulan. Dalam rangka memenuhi janji bupati terdahulu yang belum terealisasi, maka bupati saat ini sejatinya dapat mengejawantahkan niat baik dari bupati sebelumnya. Pak Sunjaya selalu meyakini siapapun yang dapat membahagiakan guru, maka dia akan mendapatkan berkah pada kemudian hari. Bagaimana dengan bupati sekarang, selaraskah dengan niatan bupati sebelumnya? Mari kita lihat langkah beliau kedapannya, dan semoga saja beliau dapat amanah dan tetap istiqomah, Aamiin.***