MAJALENGKA, SC- Ribuan hektar lahan pertanian di sejumlah daerah di kawasan utara Kabupaten Majalengka dibiarkan menganggur. Ketidaktersediaan untuk mengairi tanaman menjadi alasan utama didiamkanya lahan pertanian yang tersebar di wilayah Kecamatan Ligung,Kertajati dan Jatiwangi tersebut.
Lahan pertanian ini akan tetap dibiarkan menganggur sampai datangnya musim penghujan yang diperkirakan masih sekitar dua bulan lagi.
Menurut Taufik, warga Desa Buntu Kecamatan Ligung, lahan pertanian di daerahnya rata-rata tadah hujan. Sehingga pada musim kemarau seperti sekarang ini,pemilik membiarkan begitu saja lahan pertaniannya. “Kalau dipaksakan untuk ditanami sudah dipastikan akan rugi,karena tanaman tidak akan tumbuh dengan baik karena pasokan airnya tidak ada,” katanya, Senin (7/9/2020).
Kondisi seperti ini lanjutnya sudah berlangsung lama, hingga sekarang belum ada solusi untuk mengubah lahan pertanian di daerahnya berproduksi maksimal. “Kalau kemarau,ya warga banyak yang kerja serabutan karena tidak bisa bercocok tanam,” ujarnya.
Roji, petani di Desa Ligung Lor mengaku sekitar setengah hektar lahan sawahnya dibiarkan menganggur. Hal itu ia lakukan karena tidak tersedianya pengairan. “Daripada nanti rugi karena tanaman kurang air lebih baik dibiarkan saja,” ucapnya.
BACA JUGA: Dandim 0617 Lirik Potensi Pertanian di Majalengka
Hal senada dikatakan Rusmidi, petani di Desa Andir Kecamatan Jatiwangi. Dia mengatakan, saat musim kemarau lebih banyak sawah yang tidak ditanami. Penyebabnya kata dia tidak tersedianya air untuk mengairi lahan. “Jangankan untuk tanaman padi, untuk palawija saja kami masih pikir-pikir, karena air samasekali tidak ada,” ucapnya.
Kendati hujan masih terkadang turun, namun, lanjutnya petani tidak mau berspekulasi. Sehingga ribuan hektar lahan dibiarkan begitu saja.”Kalaupun ada hujan, itu kan belum rutin karena sebenarnya menurut hitungan petani sekarang ini masih masuk musim kemarau, sehingga lahan belum diolah untuk ditanami kembali,” jelasnya. (Dins)
HEKTARAN LAHAN pertanian di wilayah Ligung, Jatiwangi dan Kertajati dibiarkan telantar selama musim kemarau.* Foto: Dins/Suara Cirebon