BANDUNG, SC- Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Kusmana punya cara sederhana untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kesehatan reproduksi (kespro). Bagi Kusmana, kespro merupakan awal dari pembangunan keluarga berkualitas, termasuk di dalamnya pencegahan anak tumbuh pendek dan kerdil atau stunting.
“Mungkin kita akan kesulitan menyampaikan materi kespro kepada masyarakat karena kita bukan tenaga medis. Namun demikian, bukan berarti kita harus mundur. Salah satu cara yang cukup mudah diterima adalah dengan menyampaikan risiko-risiko kesehatan reproduksi. Ayah akan memberikan tiga gambaran yang bisa memudahkan masyarakat menyerap informasi kespro ini,” Kusmana di hadapan puluhan kader lini lapangan program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (Bangga Kencana) di kawasan wisata Situ Leutik, Desa Cibeureum, Kecamatan Banjar, Kota Banjar, Selasa (20/10/2020).
Pertama, kaitannya kespro dengan penundaan usia kawin bagi remaja. Lebih dari sekadar kesiapan ekonomi, pernikahan berkaitan erat dengan kematangan organ-organ reproduksi. Kematangan ini berhubungan dengan kesehatan calon ibu dan bayi ketika kelak melahirkan.
Dikatakan, Allah swt itu menciptakan manusia dengan sempurna dan penuh perencanaan. Perencanaan dalam arti bahwa semua telah diatur kapan untuk difungsikan optimal. Sebagai contoh, lebar tulang panggul perempuan itu akan mencapai ukuran ideal selebar 10 centimeter pada usia 20-21 tahun. Dan, ukuran lebar kepala bayi baru lahir berada pada rentang 9,2-9,7 centimeter.
“Artinya, ketika seorang perempuan melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun, maka ada potensi pendarahan dan kecacatan pada kepala bayi akibat penyempitan pada tulang panggul. Ini berbahaya,” katanya.
Kedua, pernikahan muda juga sangat berisiko terjadinya kanker mulut rahim atau kanker serviks. Hal ini terjadi akibat hubungan seksual terlalu dini. Menurutnya, mulut rahim perempuan usia kurang dari 18 tahun masih pada fase ektropion alias proses termuka menuju matang. Inilah yang kemudian memicu kanker mulut rahim pada 15-20 tahun kemudian.
“Karena itu, BKKBN menekankan usia minimal perempuan menikah idealnya pada 21 tahun yang dinilai sudah siap secara biologis. Perempuan menikah usia di atas 21 tahun Insyaallah nikahnya sudah aman, tidak akan terjadi kanker mulut rahim,” jelasnya.
Ketiga, persalinan usia kurang dari 20 tahun berkaitan erat dengan stunting. Pendarahan dan kecatatan pada kepala bayi sangat berisiko melahirkan bayi stunting. Kepala bayi yang mengecil dengan sendirinya mempersempit volume otak dan menganggu pertumbuhan organ lain secara optimal. Karena itu, Kusmana menilai upaya pencegahan stunting terbaik adalag melalui pendewasaan usia perkawinan.
BACA JUGA: ASN BKKBN Harus Netral dalam Pilkada
“Semangat 21-25 Keren yang diluncurkan Pak Gubernur dan Bu Cinta sangat efektif untuk mencegah stunting. Remaja Jawa Barat didorong untuk menikah pada usia ideal, 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Ini sangat sejalan dengan konsep pencegahan stunting yang diajukan BKKBN kepada Bapak Presiden,” papar Kusmana.
Mengutip penjelasan Kepala BKKBN Hasto Wardotyo saat berkunjung ke Jawa Barat belum lama ini, Kusmana mengungkapkan bahwa stunting tidak bisa dilepaskan dari dimensi kesehatan lainnya. Penyebab stunting bisa diklasifikasi dengan melihat penyebab langsung, penyebab antara (intermediate), dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung meliputi nutrisi, air susu ibu (ASI), dan penyakit. Penyebab antara meliputi jarak anak, jumlah anak, dan umur ibu. Adapun penyebab tidak langsung meliputi sanitasi, pendidikan, sosial-ekonomi, dan kemiskinan. (Malik)