KOTA CIREBON, SC – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Cirebon menemukan beberapa kejanggalan di Rumah Sakit Daerah Gunung Jati (RSDGJ) Cirebon, saat melakukan inspeksi mendadak (sidak).
Kejanggalan tersebut, di antaranya, pembangunan gedung IGD lima lantai yang baru bisa dioperasikan satu lantai, transparansi pembagian jasa pelayanan (JP), dan pertanggungjawaban penggunaan dana Covid-19 baik dari APBD maupun sumber anggaran lainnya.
Hal itu disampaikan, Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon, Fitria Pamungkaswati saat dikonfirmasi Suara Cirebon soal hasil sidak ke RSD GJ yang dilakukan jajarannya, Rabu (21/10/2020) kemarin.
“(Sidak) Lebih menyoroti soal pelayanan. Contohnya di Gedung IGD yang baru, di gedung sebesar itu ternyata untuk tim kebersihan saja satu sif hanya 2 orang. Ini jelas jauh dari efektif dan tidak manusiawi. Belum lagi mereka juga harus merangkap menjadi porter atau petugas yang mengantarkan pasien,” kata Fitria, Kamis (22/10/2020).
Perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua DPC PDIP Kota Cirebon itu juga menyoroti soal jasa pelayanan (JP). Pasalnya, menurut dia, sampai saat ini pembagian JP itu masih saja belum jelas
“Kami juga akan menindaklanjuti hal ini ke dalam rapat kerja khususnya Komisi III dengan RS Gunung Jati dalam waktu dekat ini,” ujarnya.
Hal serupa juga dikatakan Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Cirebon, Cicip Awaludin, yang mengkiritik dan meminta rincian data soal jasa pelayanan yang diterima seluruh stakeholder di RSDGJ.
“Pembagiannya seperti apa, legal standing-nya seperti apa, sistemnya bagaimana? Besok harus sudah ada, dan besok kami akan datang lagi ke RSGJ untuk meminta data itu untuk kita evaluasi,”ungkap Cicip.
BACA JUGA: RSD Gunungjati Kota Cirebon Datangkan Alat Uji Corona PCR
Masih dikatakan Cicip, keberadaan jasa pelayanan ini, tidak hanya untuk mendapatkan reward saja melainkan menjadi penyemangat bagi pegawai lainnya yang bertugas di RSDGJ.
Kader PDIP itu menyebut, sangat tidak ingin ada kesenjangan dalam pekerjaan di RSDGJ, yang hanya membahagiakan kelompok tertentu saja tanpa memperhatikan karyawan lainnya
“Hal itulah kenapa masalah jasa pelayanan ini menjadi sorotan. Jangan sampai ada kesenjangan. Cara pembagian jasa pelayanan ini berdasarkan apa? Polanya berdasarkan Peraturan Menteri, Perwal atau hanya kebijakan manajemen RS saja,” imbuhnya.
Cicip juga menyayangkan masih ada karaywan RSDGJ yang mengeluh belum mendapatkan tunjangan Covid-19, padahal dari Kemenkes RI menurutnya sudah ada aturan baku yang mengatur tunjangan.
“Namun yang saya sayangkan mengaapa hingga kini masih saja ada karyawan RSGJ yang mengeluh belum dibagikan tunjangan Covid, kami juga perlu tahu kejelasannya,” jelas Cicip.
BACA JUGA: 9 Nakes Positif Covid-19, RSDGJ Tutup Pelayanan Dua Hari, Terhitung Hari Ini
Lebih lanjut, mantan aktivis GMNI itu, mempertanyakan tunjangan Covid-19 yang totalnya mencapai Rp 47 miliar, dari biaya tak terduga (BTT) APBD Kota Cirebon untuk RSDGJ.
“Berdasarkan keterangan rumah sakit sendiri mereka mendapatkan Rp 4,5 miliar dan Rp2,5 miliar dialokasikan untuk pegawai dalam waktu satu tahun. Pembagiannya seperti apa? Begitu juga tunjangan Covid-19 pos-pos mana saja yang dapat anggaran tersebut. Karena jangan sampai ada karyawan yang ikut terlibat tapi tidak dapat tunjangan Covid,” pungkasnya. (M Surya)