Oleh : Eulis Fitriana Sholihah
*)Mahasiswa IAIN Syekh Nurjati Cirebon Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
Musim hajatan telah tiba. Mari kita sambut dengan gembira. Jangan karena dana tak ada, putus silaturahminya.
MUSIM hajatan, mungkin tak pernah ada dalam ramalan cuaca. Namun setiap tahunnya pasti ada. Musim hajatan, periode waktu dimana tetangga, handai taulan, kenalan banyak yang menyelenggarakan hajatan. Entah hajatan pernikahan, sunatan, ulang tahun, haul kematian atau hanya syukuran. Apapun keperluannya yang jelas apabila kita diundang tentunya diusahakan datang. Datangnya pun tidak hanya sekadar datang namun mestinya ada buah tangan.
Ngomong-ngomong tentang buah tangan, mungkin menjadi keberatan bagi sebagian orang, tak jarang pula si empunya hajat (baca pemangku hajat) memang tidak menerima buah tangan atau sumbangan. Tapi itu jarang sekali. Hanya orang –orang tertentu saja yang menyelenggarakan acara tersebut. Mungkin mereka menyelenggarakan acara tersebut dengan niat sebagai rasa syukurnya dan tidak mau menerima sumbangan.
Masih seputar tentang hajatan, biasanya terdapat pula pengajian yang sengaja dihadirkan oleh si empunya. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian masyarakat, terutama ibu-ibu yang sangat antusias untuk menghadiri acara tersebut. Tentunya ketika seorang da’i menyampaikan dakwahnya tak jarang pula meraka membawakan tema yang menarik dan membawa gelak tawa. Tak hanya itu, seorang da’i harus menyesuaikan metode dakwah dengan keadaan masyarakat sekitar yang cenderung menerima sikap pasrah. Pentingnya strategi dakwah ini untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan membuat masyarakat tertarik ketika seorang da’i menyampaikan dakwahnya.
Penyelenggara hajatan sekarang ini, sepertinya sudah mengalami perubahan yang signifikan dari tujuan diadakannya walimah sebagai tuntutan agama Islam. Walimah diadakan dengan tujuan mengumumkan adanya pernikahan sebagai bentuk rasa syukur karena telah menyempurnakan sebagian agama, memohon doa dari kaum kerabat handai taulan.
Di musim hajatan pula, seseorang yang mengadakanya saling berbondong-bondong untuk mengundang para da’i dimana mereka lebih memilih da’i yang asyik dari pada monoton. Selain itu, kegiatan dakwah yang digelar pada musim hajatan tidak selalu tentang ceramah. Adapula sebagian yang mengadakan dzikir akbar. Hal ini sangat positif bagi masyarakat yang tentunya untuk mendekatkan diri kepada allah SWT dan mempererat tali silaturahmi.
Dalam proses hajatan biasanya terjadi akulturasi budaya seperi halnya hajatan tujuh hari dimana hal ini merupakan hasil dari interaksi kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaan yang bertemu dan mengadakan kontak secara terus menerus sehingga menimbulkan perubahan-perubahan dalam kebudayaan kelompok tersebut. Hal ini terjadi pencampuran unsur lama berupa budaya Jawa yang terpengaruh agama Islam sehingga mengandung unsur budaya Jawa dan Islam.
Pada musim hajatan kali ini banyak masyarakat yang mengadakan hajatan dan mengundang para da’i untuk mengisi tausiyah dan tentunya harus mematuhi aturan dan persyaratan protokol kesehatan Covid-19.***