KABUPATEN CIREBON, SC- Sejumlah perwakilan petani yang berasal dari Kota/Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan sedang merasa gelisah. Hal itu disebabkan mereka kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi. Unek-unek pun dilontarkan petani kepada Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina di Saung Wangsakerja, Desa Setupatok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Rabu (24/2/2021).
Perwakilan petani Cirebon, Shobirin mengungkapkan, karut marutnya pendistribusian pupuk bersubsidi ini menjadi kegelisahan petani di tengah upaya Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang saat ini sedang mendorong generasi muda terjun ke dunia pertanian.
Pasalnya, dia mengungkapkan, banyak petani yang seharusnya berhak mendapat pupuk subsidi, namun tidak mendapatkannya. Hal itu disebabkan tidak tercantumnya nama petani yang bersangkutan dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
“Malah justru banyak yang bukan petani datanya masuk RDKK,” ungkap Shobirin.
Bahkan, salah satu Pemilik Toko Pupuk Lengkap asal Kecamatan Suranenggala, Kabupaten Cirebon, Nurlaela memaparkan, terjadinya kesulitan mendapatkan pupuk subsidi bagi petani ini disinyalir karena semrawutnya data dan persebaran kartu tani belum maksimal.
“Ini diperparah dengan RDKK yang datanya kacau. Sehingga, petani yang tidak tercatat Namanya di RDKK itu merasa bingung,” jelasnya.
Tidak hanya di Cirebon, kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi pun terjadi di Kabupaten Indramayu. Tak sedikit petani yang berasal dari daerah lumbung padi nasional ini justru tak mendapatkan pupuk bersubsidi. Kendalannya sama, namanya tidak tercantum dalam RDKK.
Pun di Kabupaten Majalengka. Perwakilan petani dari kota angina, Masjono menegaskan, kekacauan data RDKK bermula dari pendataan di tingkat Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang belum akurat. Sehingga memicu kekacauan. Untuk itu, dia berharap, kekacauan segera diatasi supaya tak terjadi di musim tanam selanjutnya.
Melihat kekacauan ini, Selly pun mengaku akan menyampaikan keluhan tersebut langsung ke Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. Bahkan, dalam waktu dekat Selly berjanji akan mendatangkan Kepala Dinas Pertanian (Distan) Jabar untuk datang langsung menemui petani Ciayumajakuning di Saung Wangsakerta.
“Saya akan langsung bawa Kabid Pertanian Jawa Barat ke Wangsakerta. Yang nggak masuk dalam RDKK tolong dibawa datanya. Mudah-mudahan kawan saya dari Kabid Pertanian bisa mendaftarkan langsung ke Dinas Pertanian Jawa Barat,” ujarnya.
Dia pun mengakui, bahwa pendataan di level bawah memang lemah dan menyayangkannya. Pasalnya, hal itu berimbas pada banyaknya petani dengan lahan garapan di bawah 2 hektar tidak mendapatkan pupuk bersubsidi.
“Harusnya untuk petani malah dipakai oleh industri yang nggak boleh pakai pupuk subsidi,” kata Selly.
Di sisi yang lebih luas, dia mengakui, ketahanan pangan menjadi masih isu strategis yang dibahas berbagai kalangan. Sayangnya, berbagai kebijakan yang diterapkan justru mengarah bukan pada kedaulatan pangan.
“Kebanyakan wong Cirebon, Indramayu dan Majalengka kalau dapat bantuan miskin, dapat berasnya bukan beras dari Cirebon tapi beras import dari Vietnam,” kata dia.
BACA JUGA: Data Kemensos dan BPS Timpang
Padahal, imbuh Selly, jika serius bicara ketahanan pangan kebijakan yang diterapkan harusnya mendukung pemberdayaan petani. Misalnya dengan menyerap produk petani lokal untuk berbagai kebutuhan.
“Kenapa tidak gunakan beras dari Cirebon. Kalau sudah habis baru nyari dari daerah lain,” tandasnya. (Arif)