Engkos: Sayang Sekali Pemikiran Para Ahli Dijadikan Sampah
SEORANG warga Kelurahan Babakan, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Engkos Kosasih memiliki hobi yang sangat jarang dimiliki kebanyakan orang pada umumnya. Pasalnya, pria berusia 58 tahun itu memiliki hobi mengoleksi koran dan tabloid sejak tahun 1983 lalu. Hingga kini, Engkos masih melanjutkan hobinya itu.
Menurut Engkos, media massa merupakan alat hiburan dan sumber informasi yang sangat bermanfaat. Khususnya media cetak baik surat kabar (koran), tabloid maupun majalah. Sebab, kata dia, kala itu pada media cetak terdapat banyak artikel penting yang ditulis oleh para ahli.
“Untuk menambah pengetahuan. Waktu itu (awal mengoleksi tahun 1983, red) adanya memang media cetak yang paling bermutu. Saya koleksi dan alhamdulillah dari koleksi yang ada, tidak satupun saya dan keluarga membuang satu koran pun. Jadi sudah pantangan di keluarga saya untuk membuang koran,” kata Engkos, saat ditemui, Senin (22/3/2021).
Pria yang kini berprofesi sebagai tenaga jasa las itu mengatakan, koran yang dikoleksinya saat ini berusia sekitar 20-30 tahun.
“Intinya begitu, untuk menambah pengetahuan dan sayang sekali kalau pemikiran-pemikiran para ahli yang masuk ke media cetak itu dijadikan sampah oleh masyarakat. Itu pemikiran bagus sekali,” ucapnya.
Oleh karena itu, dia pun membuka akses bagi para mahasiswa atau siapapun yang memerlukan catatan sejarah yang tertuang dalam tulisan di koran/tabloid tersebut.
“Utamanya buat motivasi ke depan, bagaimana masyarakat kita itu perlu sekali pemikiran para ahli itu untuk dilestarikan,” ujarnya.
Ia menyebutkan, meski tidak pernah mengalami kesulitan dalam mencari koran, namun pernah satu kali koran yang memuat isu besar kala itu hilang di pasaran.
“Detik (nama tabloid, red) hilang di pasaran tidak beredar, karena dia sebelum keluar di masyarakat sudah ada yang borong. Jadi isunya itu, tidak sampai di masyarakat, itu pernah di tahun 1996 waktu reformasi. Karena dia (tabloid Detik, red), terlalu keras,” ungkapnya.
Engkos berharap, ke depan koran-koran ini bisa bertahan untuk tetap dipelihara sampai kapanpun. Sehingga, kata dia, dapat bermanfaat bagi masyarakat, terutama para pelajar. Sebab, menurut dia, orang bisa besar berawal dari karya tulis. Baik acara sinetron pun, kata dia, juga tetap tidak bisa menghilangkan peran para penulis.
“Minimal kalau tidak tahu bertanya. Karena kalau saya punya pemikiran begini, dari suatu bacaan itu akan terlahir ide-ide baru. Nah, sekarang bagaimana mau jadi penulis kalau tidak mau baca. Jadi membaca itu harus,” katanya.
Pesan pentingnya, menurut dia, kembali kepada literasi yang sudah ada. Artinya, mencintai buku, mencintai majalah, produk-produk media cetak yang masih membantu untuk membangun masyarakat.
“Harapan saya mereka jangan tinggalkan media cetak,” katanya.
Adapun perawatannya, sambung dia, koran-koran tua tersebut membutuhkan penjemuran sebanyak tiga minggu sekali dan penyimpanan khusus yang aman dari gangguan serangga dan tikus. Namun, hingga saat ini dirinya masih belum mempunyai tempat penyimpanan yang layak.
“Kalau sudah dijemur koran akan lebih keras lagi kadar airnya hilang. Menghindari dari binatang kecil, seperti kecoa, tikus, dan binatang lainnya yang berpotensi merusak. Jadi penyimpanannya juga, kebetulan saya tidak punya tempat penyimpanan yang baik,” terangnya.
BACA JUGA: Pilih Jadi “Dayak” daripada Mencuri
Jumlahnya, kata dia, ada lebih dari 15 koran dari berbagai media. Terutama, ada dorongan juga tersendiri dalam setiap koran yang dibelinya, seperti halnya koran yang memuat berita yang lagi hot atau isu yang besar saat itu.
“Kemudian kita juga mencarinya artikel-artikel para penulis. Artikel dari UGM, dari UI, jadi banyak artikel-artikel yang bermanfaat,” pungkasnya. (Joni)