KOTA CIREBON, SC- Pemerhati Sejarah Cirebon, Mustaqim Asteja mengaku prihatin dengan kericuhan yang terjadi di Keraton Kasepuhan Cirebon, saat ini. Menurutnya jika persoalan tersebut terus dibiarkan, akibatnya tidak hanya akan menimbulkan perpecahan di antara warga setempat, tetapi juga hancurnya benda-benda cagar budaya yang ada di kompleks Keraton Kasepuhan.
Untuk itu, dirinya berharap kepada pemerintah di segala tingkatan baik Pemerintah Kota Cirebon, Pemerintah Provinsi Jawa Barat ataupun Pemerintah Pusat untuk bisa mediasi kedua belah pihak yang berseteru tersebut.
“Peran pemerintah sangat penting atas kekisruhan kemarin di Keraton Kasepuhan. Pemerintah harus menjadi mediasi di antara dua kubu ini (pihak Sultan Aloeda II Rahardjo Djalil dan Sultan Kasepuhan XV PRA Luqman Zulkaedin),” kata Mustaqim kepada wartawan, Kamis (26/8/2021).
Mustaqim mengungkapkan, perselisihan seperti ini sudah pernah terjadi pada zaman kolonial Belanda dulu. Namun dengan pertimbangan kondusifitas Cirebon, Pemerintah Belanda berinisiatif untuk mediasi pengganti sultan yang meninggal.
“Pada saat itu pemerintah kolonial Belanda menekan yang sedang kisruh agar segera menyelesaikan dengan cara musyawarah. Dan tugas pemerintah membuat surat keputusan agar keputusan ini mempunyai nilai di mata hukum,” kata Mustaqim.
Dirinya berharap hal yang sama dilakukan pemerintah saat ini, agar konfik dan persoalan di Keraton Kasepuhan segera selesai.
“Untuk itu saya mendorong pemerintah untuk memfasilitasi kedua belah pihak saling bertemu dalam forum musyawarah dan pemerintah wajib meminta data kepada kedua belah pihak. Data yang valid, karena dalam sejarah itu harus diuji datanya,” ujarnya.
Menurutnya dengan data yang valid, bisa dijadikan rujukan pemerintah untuk membuat surat keputusan. Pihaknya juga berharap persoalan ini dapat diselesaikan di tingkat Pemrintah Kota Cirebon atau Provinsi Jabar.
“Karena bagaimanapun tugas pemerintah itu menciptakan kondusifitas dan kekisruhan ini harus segera diatasi, apalagi kisruhnya di dalam Keraton Kasepuhan di lingkungan cagar budaya, sedangkan cagar budaya itu dilindungi dan pemerintah harus hadir dalam hal ini jangan sampai ada pembiaran. Pemerintah harus turun tangan,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Keraton Kasepuhan Cirebon kembali memanas. Dua kubu yang berebut tahta Sultan Keraton Kasepuhan antara Sultan Kasepuhan XV, PRA Luqman Zulkaedin versus Sultan Aloeda II, Rahardjo Djalil terlibat bentrok, Rabu (25/8/2021) siang.
Kondisi tersebut bermula saat kubu Rahardjo Djalil yang dilantik menjadi Sultan Kasepuhan bergelar Sultan Aloeda II akan melantik para menteri dan perangkat Keraton Kasepuhan lainnya, Rabu pagi. Acara itu dihadiri belasan calon pembantu atau menteri dan sejumlah kerabat.
Namun pelantikan pembantu Sultan Aloeda II yang bertempat di Bangsal Jinem Pangrawit Keraton Kasepuhan itu, mendapat penolakan keras dari kubu Sultan Luqman Zulkaedin, putra dari mendiang Sultan Kasepuhan XIV, PRA Arief Natadiningrat.
Saudara kandung Sultan Luqman Zulkaedin, Ratu Raja Ratu Alexandra bersama para abdi dalem keraton tiba-tiba datang dan berupaya membubarkan pelantikan calon pembantu Sultan Rahardjo tersebut. Alexandra menilai pelantikan tersebut tidak sah atau ilegal.
BACA JUGA: Wali Kota Optimistis Ekonomi Kembali Bangkit
Upaya Alexandra dan para abdi dalem menggagalkan pelatikan kabinet kubu Sultan Rahardjo mendapat halangan orang-orang Rahardjo. Akibatnya, kericuhan dan adu mulut pun tak terelakan.
Pascapelantikan, Rabu siang sekitar pukul 13.00 WIB, pendukung Sultan Luqman Zulkaedin mendatangi Keraton Kasepuhan dan menyerang kubu Sultan Rahardjo.
Bentrokan fisik antarkedua kubu pun tak terhindarkan. Para pendukung saling serang membela junjungannya masing-masing.
Akibatnya, Keraton Kasepuhan pun diliputi ketegangan. Suasana bahkan sempat mencekam, saat kedua kubu saling lempar batu. (Surya)