CIREBON, SC- Menteri Agama (Menag) RI, Yaqut Cholil Qoumas membuka Dialog Budaya Keagamaan bertema “Kesultanan Nusantara dan Moderasi Beragama”, Sabtu (25/9/2021).
Kegiatan hasil kerja sama antara Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi, Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI dengan IAIN Syekh Nurjati Cirebon ini diselenggarakan di salah satu hotel wilayah Cirebon.
Dalam kesempatan itu, Yaqut mengungkapkan, beberapa tahun terakhir ini implementasi moderasi beragama sebagai cara pandang sikap dan perilaku beragama yang moderat sudah menjadi mainstreaming penguatan kehidupan beragama di Indonesia.
Hal ini, menurut dia, dilatarbelakangi kondisi masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Sehingga, diperlukan strategi kebudayaan agar kehidupan harmonis umat beragama tetap terawat dan terjaga.
“Beberapa upaya penguatan moderasi beragama sudah dilakukan Kementerian Agama melalui berbagai macam kajian dan riset dan penerbitan serta disosialisasikan di berbagai daerah di Indonesia,” kata dia melalui video yang ditayangkan dalam pembukaan kegiatan tersebut.
Yaqut mencontoh, riset tentang nilai moderasi beragama dalam naskah kuno terkait indeks kerukunan umat beragama serta penelitian moderasi beragama pada rumah ibadah bersejarah dan sebagainya.
Pada bagian akhir tersebut, imbuh dia, berdasarkan penelitian Puslitbang Lektur Keagamaan dan Manajemen Organisasi pada tahun 2020 atas 31 rumah ibadah bersejarah, yaitu masjid, gereja, vihara, vihara tridharma, dan klenteng membuktikan, bahwa perbedaan bisa dirajut dengan tradisi keagamaan dengan mengusung tradisi dan kearifan lokal.
“Riset ini membuktikan bahwa kebudayaan berbasis tradisi lokal memberikan kontribusi yang besar,” jelasnya.
Bahkan, terang Yaqut, penguatan kehidupan beragama yang moderat mewujudkan moderasi beragama sebagai jalan tengah dari dua kutub ekstrem kanan dan kiri.
“Perlu dicarikan formula yang tepat. Perbedaan agama dan keyakinan jika tidak dikelola dengan baik, maka dapat berpotensi menimbulkan masalah sosial. Seperti penutupan paksa tempat ibadah, penyerangan rumah warga, karena mayoritas dan minoritas dan lain sebagainya,” terang dia.
Oleh karena itu, kata Yaqut, diperlukan upaya-upaya dari semua pihak melalui pendekatan kultural yang tepat. Sehingga, moderasi beragama pun bisa dijalankan dengan baik.
“Salah satu pendekatan budaya dalam pelaksanaan moderasi beragama adalah memberikan ruang dan peran di Kesultanan Nusantara,” ujarnya.
Yaqut memaparkan, sejarah penyebaran Islam di Indonesia dan peran kesultanan memiliki kedudukan yang sangat penting sebagai agen penyebaran. Selain itu juga sekaligus perawat kebudayaan.
“Kontribusinya dalam penguatan moderasi beragama tampak sangat jelas pada upaya membangun relasi antara agama dan budaya yang semakin harmonis,” tuturnya.
Untuk itu, Yaqut menegaskan, kebudayaan menjadi pintu masuk yang strategis dalam penyebaran agama di Indonesia.
“Harmonisasi antar agama dan budaya merupakan warisan leluhur kita yang diprakarsai oleh Wali Songo yang perannya dalam menyebarkan Islam di Indonesia tidak diragukan lagi,” tegasnya.
BACA JUGA: Transformasi IAIN Cirebon ke UISSI, Sekjen Kemenag RI: yang Pertama dan Tiada Tandingannya
Dialektika keduanya, kata Yaqut, yaitu agama dan budaya mengajarkan pada sikap yang saling mengerti, saling menghargai, dan saling menghormati.
Sehingga, menurut dia, hal ini adalah pilihan yang paling tepat dalam membangun masyarakat yang beradab, toleran, dan harmonis berbasiskan dalam nilai agama dan kearifan lokal.
“Itu saya mengajak untuk bersama-sama berkomitmen untuk merawat kebudayaan kita, sebagai media penguatan moderasi beragama di Indonesia yang lebih baik,” tandasnya. (Arif)