MAJALENGKA, SC- Kuliner khas Majalengka yang satu ini, produksinya tidak banyak. Terlebih, saat ini musim hujan masih tinggi. Sehingga cukup mengganggu sewaktu proses pengeringan.
Biasanya, jika musim kemarau tiba, produksi Brem Khas Raja Kepok Desa Bantrangsana, Kecamatan Panyingkiran itu ada di angka 10 kilogram.
Brem ini sudah diproduksi sejak tahun 1970-an. Hanya saja, karena produksinya yang tidak mudah, hanya beberapa orang saja yang mampu bertahan.
BACA JUGA: Raperda Masih Dibahas, Toko Modern Terus Berdiri
Ditemui di Blok Rajakepok Desa Bantrangsana kini hanya tinggal dua orang yang masih bertahan. Yakni Brem Ibu Darti (68 tahun) dan Dede.
“Kalau produksi sekarang mah sudah berkurang. Saat ini musim hujan, cukup mengganggu proses pengeringan,” ungkap Darti, Senin (28/3/2022).
Menurut Darti, dirinya sudah memproduksi Brem sejak masih usia remaja.Ia belajar langsung dari orang tuanya yang juga memproduksi Brem.
BACA JUGA: Ratusan Peternak Mengikuti Bimtek
“Ini resep turun temurun, dari nenek buyut saya. Sekarang hanya tinggal saya dan Pak Dede. Cuma sekarang lagi sakit,” ungkapnya.
Untuk memasarkan hasil produksinya Darti hanya dibantu oleh pedagang keliling. Brem itu biasanya disatukan dengan buah-buahan, opak dan produksi lainnya.
“Tapi kadang ada juga yang mau pesan, biasanya untuk hajatan. Per-bijinya hanya Rp500,-. Paling sedikit yang beli itu rata-rata 25 Ribu, itu dapat 100 biji Brem,” ungkapnya.
BACA JUGA: Pemkab Selidiki Kelangkaan Minyak Goreng Curah
Bentuk Brem Bantrangsana berbeda dengan Brem pada umumnya. Bentuknya melingkar kecil seperti koin dan berbentuk pipih. “Rasanya manis asem segar. Bagus buat ibu hamil dan kecantikan kulitnya,” ucapnya.
Darti mengaku tidak tahu kelanjutan Brem ini bila nanti sudah tidak lagi mampu produksi. Mengingat penerusnya hampir tidak ada.
“Saya sih berharap ada penerusnya. Tapi itu kan kembali pada anak cucu. Saya berdoa supaya tetap ada penerus produksi Brem ini,” harapnya. (Abr)