“Dengan adanya pasal-pasal tersebut maka akan sangat potensial berdampak negatif kepada publik, seperti mengancam ruang kebebasan sipil, kriminalisasi terhadap pembela HAM, aktivis, bahkan masyarakat umum yang menyuarakan pendapatnya,” tegasnya.
Menurut dia, pembahasan RKUHP harus melibatkan partisipasi yang bermakna. Hal itu sebagaimana dijabarkan dalam Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
BACA JUGA: Miliki Orientasi Seks Menyimpang dan Cabuli Bocah, Marbot Musala Terancam Hukuman 15 Tahun Penjara
“Namun, fakta di lapangan menunjukan hal yang kontradiktif. Jika dalam proses pembuatan sampai pengesahan kebijakan sangat minim sekali partisipasi publik. Lantas untuk siapa kebijakan tersebut ditujukan,” tandasnya. (Ril)