SUARA CIREBON – Pernikahan di bawah umur di Indonesia sudah mengkhawatirkan, selain jumlahnya masih cukup besar, juga permohonan dispensasi perkawianan usia anak mayoritas karena perempuan sudah hamil terlebih dahulu.
Dari data Pengadilan Agama atas permohonan dispensasi perkawinan usia anak, tahun 2021 tercatat 65 ribu kasus dan tahun 2022 tercatat 55 ribu pengajuan.
Merespon kedaruratan kondisi perkawinan anak di Indonesia, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) melakukan kolaborasi dengan sejumlah pihak.
Baca Juga : Permohonan Dispensasi Nikah Anak di Bawah Umur Kota Cirebon Menurun
KemenPPPA bekerjasama dengan Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (PUSKAPA) Universitas Indonesia, Ikatan PIMTI Perempuan Indonesia serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyusun Risalah Kebijakan Pencegahan Perkawinan Anak untuk Perlindungan Berkelanjutan bagi Anak.
Dari hasil kajian tersebut selanjutnya dibahas dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan di kantor KemenPPPA pada Kamis, 26 Januari 2023.
Staf Ahli Menteri Bidang Penanggulangan Kemiskinan KemenPPPA, Titi Eko Rahayu menyampaikan, tingginya angka perkawinan anak adalah salah satu ancaman bagi terpenuhinya hak-hak dasar anak.
Baca Juga : Ratusan Remaja di Indramayu Hamil Duluan, Ajukan Dispensasi Nikah Dini
Tidak hanya memberikan dampak secara fisik dan psikis bagi anak-anak, perkawinan di usia anak juga dapat memperparah angka kemiskinan, stunting, putus sekolah hingga ancaman kanker serviks/kanker rahim pada anak.
Disebutkan, amandemen terhadap Undang-Undang Perkawinan, di tahun 2019 usia minimum perkawinan bagi perempuan dan laki-laki adalah 19 tahun menjadi upaya pemerintah mencegah anak-anak menikah terlalu cepat.
“Namun di lapangan, permohoan pengajuan perkawinan masih terus terjadi dan ini sudah sangat mengkhawatirkan,” tandas Titi Rahayu.
Baca Juga : Jumlah Anak Menikah Dini Masih Banyak
Titi Rahayu Menyampaikan, anak-anak ini adalah harapan masa depan untuk membangun Indonesia dan kasus perkawinan anak menjadi penghambat besar.
“Ini tanggung jawab bersama karena Isu perkawinan anak rumit dan sifatnya multisektoral,” ujar Titi Rahayu.
Menurut Titi Rahayu, disusunnya usulan kebijakan berbasis bukti ini merupakan bagian dari pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) 2020-2024 dan upaya menurunkan angka perkawinan anak dalam target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) menjadi 8.74%.
Baca Juga : Pernikahan Dini di Majalengka Masih Marak, Jumlahnya Mencapai 249 Anak, Ini Faktor Penyebabnya
Andrea Andjaringtyas dari PUSKAPA-UI menerangkan, kajian dilakukan dengan melakukan analisa terhadap 225 putusan dispensasi perkawinan dari Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agama dalam kurun waktu 2020 – 2022 serta dari hasil konsultasi terpumpun atau Focus Group Discussion dan kajian literatur 40 publikasi ilmiah. Hasilnya, 1/3 dari 225 hasil putusan dispensasi diajukan karena sudah hamil terlebih dahulu.
Disampaikan, PUSKAPA-UI melakukan kajian cepat untuk menguraikan masalah masih adanya dispensasi perkawinan dan dikabulkannya dispensasi kawin karena faktor anaknya sudah hamil terlebih dahulu. Dari 225 putusan, sebanyak 34% dikarenakan faktor kehamilan.
Andrea menyebut ada 4 masalah yang melatarbelakangi kehamilan anak yang akhirya mendorong perkawinan anak. Yakni (1) kesulitan hidup di keluarga rentan dan tidak memiliki kapasitas pengasuhan yang baik; (2) anak tidak mendapat dukungan positif dari keluarga, komunitas dan kelompok sebaya; (3) anak tidak memilki kemampuan untuk menimbang risiko kehamilan; dan (4) anak memandang perkawinan sebagai cara untuk menikmati masa remaja.
PUSKAPA-UI memandang perlu diupayakan pencegahan oleh pemerintah untuk mengambil langkah seperti meningkatkan kapasitas pengasuhan dan akses layanan, mengembangkan kemampuan anak.
Selain itu,, membuka dan menyetarakan akses, memperkuat ikatan sosial keluarga, menyusun kebijakan kesehatan fisik (termasuk reproduksi) dan mental, dukungan pengasuhan, pencapaian pendidikan formal 12 tahun dan pemberdayaan untuk penghidupan. ***