SUARA CIREBON – Di bulan Ramadhan 1444 Hijriah tahun 2023 ini, banyak umat Islam yang melakukan itikaf.
Berdiam diri, menyepi dan menjaga keheningan di dalam masjid, sambil membaca Al Quran, atau merenung untuk evaluasi diri adalah tindakan itikaf yang dilakukan saat puasa (shaum) Ramadhan.
Hukum itikaf sunnah, bukan wajib. Dilakukan oleh umat Islam di tengah ibadah puasa atau shaum Ramadhan yang dijalani, akan lebih baik.
Namun tidak menjalankan itikaf juga tidak menjadi masalah. Namun bagi sebagian umat Islam yang pada bulan puasa Ramadhan tahun ini berniat itikaf, maka perlu diketahui sejumlah syarat yang mesti terpenuhi.
Berikut 9 syarat itikaf yang dilakukan saat puasa Ramadhan :
1. Islam. Tidak sah jika itikaf dilakukan oleh orang kafir.
2. Minimum telah berusia tamyiz (mampu memahami perkataan dan boleh menjawab pertanyaan) dan biasanya pada usia tujuh tahun.
3. Suci dari haidh dan nifas bagi kaum wanita. Jadi, itikaf sah dilakukan oleh wanita yang mengalami istihadhah (keluarnya darah di luar masa haidh dan nifas) jika ia menjaga darahnya tidak terjatuh di masjid.
4. Berniat itikaf.
5. Melaksanakannya di masjid. Menurut pendapat yang benar, itikaf sah dilakukan di setiap masjid.
6. Itikaf sah dilakukan meskipun tidak disertai puasa, menurut pendapat yang benar.
Ini adalah pendapar azh-Zhahiriyah, asy-Syafi’i dan yang masyhur pada mazhab Ahmad, serta diriwayatkan dari sejumlah sahabat. Ini yang dipilih oleh asy-Syaukani, Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin.
Dalil yang menunjukkan hal ini adalah qadha itikaf yang dilakukan oleh Rasulullah pada sepuluh hari pertama di bulan Syawal.
7. Tidak melakukan jima’, berdasarkan firman Allah :
“Janganlah kalian menggauli isteri-isteri itu selagi kalian beritikaf dalam masjid.” (AlBaqarah: 187)
8. Tidak melakukan hal-hal kontradiksi (bertentangan) dengan tujuan itikaf, diantaranya :
– Keluar untuk bersetubuh dengan isteri di rumah
– Keluar untuk menjalankan pekerjaannya
– Keluar untuk transaksi jual beli, melakukan pekerjaan di tempat itikafnya dan transaksi jual beli di tempat itikaf atau di tempat lain
9. Tidak keluar dari tempat itikaf untuk urusan yang tidak bersifat harus (mesti) dilakukan.
Adapun keluar untuk urusan yang bersifat harus (mesti) dilakukan, hal itu boleh.
Baik urusan yang bersifat tabiat manusiawi, seperti buang hajat, makan dan minum, maupun yang bersifat aturan syariat seperti wudhu, mandi dan solat jumaat.
“Sesungguhnya Nabi biasanya tidak masuk rumah kecuali untuk suatu hajat manusiawi jika sedang beri’tikaf.” (HR Muslim)
Jika seseorang yang beritikaf mengeluarkan sebahagian anggota tubuhnya dari masjid, itikafnya tidak batal.
Sebab ketika itikaf, Nabi pernah mengeluarkan kepalanya dari masjid.
Lalu kepala Rasulullah dibasuh oleh Aisyah dari luar, kerana Aisyah sedang haidh, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.***