SUARA CIREBON – Ibu kandung korban kasus pelecehan seksual, Vinny, mengaku kecewa dan mempertanyakan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Cirebon terhadap pelaku oknum anggota Polres Cirebon Kota Briptu CH, atas vonis hukuman 1 tahun 10 bulan penjara yang sangat jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam kasus pelecehan anak sambung yang masih di bawah umur dengan terdakwa oknum polisi berpangkat Briptu tersebut, JPU menuntut pelaku dihukum penjara 15 tahun subsider Rp1 miliar. Namun, ternyata majelis hakim menjatuhkan vonis kepada terdakwa 1 tahun 10 bulan penjara.
“Kalau kecewa pasti, tapi kami dan keluarga tetap menghormati keputusan hakim tersebut, meskipun dalam putusannya kontradiktif karena terdakwa tidak dikenakan pasal Undang-Undang Perlindungan Anak padahal korban adalah anak di bawah umur,” kata Vinny didampingi kuasa hukumnya kepada awak media, saat konferensi pers di salah satu kafe di kawasan Hotel Patra Jasa, Kabupaten Cirebon, Rabu, 29 Maret 2023 malam.
Menurut Vinny, sejak awal pihaknya mengikuti arahan dari majelis hakim untuk tidak memviralkan kasus itu demi masa depan anak.
Namun ternyata, selama proses persidangan pihaknya mendapati kejanggalan-kejanggalan yang pada akhirnya majelis hakim memutuskan hukuman yang ringan kepada pelaku.
“Kami bukan meminta pelaku dihukum berat, tetapi dihukum setimpal dengan apa yang diperbuatnya,” tegasnya.
Menara mendapat ketidakadilan, dirinya berupaya mempertanyakan putusan majelis hakim tersebut. Pasalnya delik yang diperkarakan kepada tersangka bukan delik pelecehan anak di bawah umur, melainkan sekadar kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
“Ini sangat melukai rasa keadilan baik bagi korban anak saya yang masih di bawah umur maupun saya dan keluarga. Sehingga sekarang JPU sedang mengajukan memori banding, tinggal menunggu keputusan dari Pengadilan Tinggi Bandung,” ujarnya.
Menurutnya, majelis hakim sama sekali tidak mempertimbangkan keterangan dari saksi korban dan alat bukti lain.
Karenanya, imbuh dia, sangat beralasan jika putusan majelis hakim sangat tendensius dan berdasarkan subjektifitas bukan berdasarkan fakta fakta hukum dan rasa keadilan korban.
“Belum lagi objektifitas dari saksi-saksi, karena mereka adalah teman dan atau atasan kerja terdakwa,” katanya.
Dirinya berharap agar Menkopolhukam Mahkamah Agung, hingga Komisi Yudisial, dapat meninjau kembali putusan majelis hakim.
Senada, kuasa hukum korban, Rudi Setiantono SH mengatakan, pihaknya berupaya mendapatkan keadilan dan kepastian hukum bagi pelaku.
Pihaknya berharap, kepastian hukum dalam kasus ini dijalankan. Terlebih pelaku merupakan anggota polri sehingga berharap adanya penegakan supremasi sidang etik terhadap anggota polri yang melakukan pelanggan sumpah jabatan.
“Pelaku sendiri saat ini masih aktif dan belum sama sekali ada persiapan pelaksanaan sidang etik,” kata Rudi.
Pihaknya juga berharap agar Kapolri, Kadiv Propam Polri, Kabid Propam Polda Jabar, Kasi Propam Polres Cirebon Kota, untuk dapat menindaklanjuti terhadap pelanggaran etik anggota Polri agar tercipta supremasi hukum bagi anggota polri yang melanggar.
“Sekarang ini memang belum inkrah akan tetapi terdakwa ini sudah terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar etik sebagai anggota Polri, jadi harus segera dilaksanakan sidang etik,” pungkasnya.
Seperti diketahui, seorang oknum anggota polisi yang bertugas di Polres Cirebon Kota, Briptu CH diadukan ke meja hijau atas pencabulan dan kekerasan seksual kepada anak tiri atau anak sambungnya.
Kasus itu viral pada akhir September 2022 lalu, setelah ibu korban mengadukan kasus tersebut kepada pengacara kondang Hotman Paris Hutapea.
Dalam vidio yang beredar luas, ibu korban mengatakan bahwa anaknya mendapatkan tindak kekerasan yang dilakukan ayah tirinya sejak usia 9 tahun sampai dengan 11 tahun.
Bukan hanya itu, menurut pengakuannya, anaknya itu juga dicekoki ayah tirinya obat-obatan yang mengakibatkan halusinasi dan emosi yang tak terkendali.***