SUARA CIREBON – Benua Asia Selatan dan Timur terparah diterjang gelombang panas (heatwave) yang terjadi dalam sepekan terakhir.
Sepekan terakhir ini, sebagian besar negara-negara di Asia Selatan hingga Selasa, 26= April 2023, masih terdampak gelombang panas atau “heatwave”.
Badan Meteorologi di negara-negara Asia seperti Bangladesh, Myanmar, India, China, Thailand dan Laos telah melaporkan kejadian suhu panas akibat gelombang panas (heatwave) lebih dari 40 derajat Celsiuc (40°C).
Negara di Asia Selatan melaporkan, beberapa hari belakangan ini mencatat rekor-rekor baru suhu maksimum di wilayahnya akibat gelombang panas (heatwave).
Badan Meteorologi China (CMA) melaporkan lebih dari 100 stasiun cuaca di China mencatat suhu tertinggi sepanjang sejarah pengamatan instrumen untuk bulan April 2023 ini.
Jepang melaporkan kejadian “panas yang luar biasa”. Teramati dalam beberapa hari terakhir di sejumlah wilayah di neara kepulauan di Asia Timur tersebut.
Dari Asia Selatan, Kumarkhali, sebuah kota di distrik Kusthia, Bangladesh tercatat sebagai daerah terpanas dengan suhu maksimum harian tercatat mencapai 51,2 °C pada 17 April 2023 akibat gelombang panas (heatwave).
Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia memberi penjelasan mengenai gelombang panas atau heatwave di benua Asia, Selasa, 25 April 2023.
Tercatat ada 10 kota terpanas di Asia, sebagian besar terdapat di Myanmar dan India.
Sementara di Indonesia, BMKG mencatat, suhu maksimum harian tercatat mencapaai 37 °C di stasiun pengamatan BMKG di Ciputat pada pekan lalu.
Secara umum suhu tertinggi yang tercatat di beberapa lokasi di Indonesia berada pada kisara 34 – 36 °C hingga saat ini, Selasa, 25 April 2023.
“Suhu panas bulan April di wilayah Asia secara klimatologis dipengaruhi gerak semu
matahari, namun lonjakan panas di wilayah sub-kontinen Asia Selatan, kawasan Indochina
dan Asia Timur pada tahun 2023 ini termasuk yang paling signifikan lonjakannya,”tutur Kepala BMKG, Dwikorta Karnawati.
Dwikorta menjelaskan, berdasar analisis para pakar iklim, disimpulkan tren pemanasan global dan perubahan iklim yang terus terjadi hingga saat ini berkontribusi menjadikan gelombang panas semakin berpeluang terjadi lebih sering.
BMKG juga menjelaskan kriteria kapan suatu kondisi dikatakan terjadi Gelombang Panas atau heatwave seperti yang sepekan terakhir melanda sebagian besar wilayah Asia.
Menurut Dwikorta, gelombang panas dapat dijelaskan melalui dua penjelasan yang saling melengkapi, yaitu penjelasan secara karakteristik fenomena dan penjelasan secara indikator statistik suhu kejadian, sebagai berikut :
- Secara karakteristik fenomena, Gelombang Panas umumnya terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah hingga lintang tinggi, di belahan Bumi Bagian Utara maupun di belahan Bumi Bagian Selatan, pada wilayah geografis yang memiliki atau berdekatan dengan massa daratan dengan luasan yang besar, atau wilayah kontinental atau sub-kontinental.
“Sementara wilayah Indonesia terletak di wilayah ekuator, dengan kondisi geografis kepulauan yang dikelilingi perairan yang luas,”tutur Dwikorta.
Gelombang panas biasanya terjadi berkaitan berkembangnya pola cuaca sistem tekanan atmosfer tinggi di suatu area dengan luasan yang besar secara persisten dalam beberapa hari, yang berkaitan dengan aktifitas gelombang Rossby di troposfer bagian atas.
Dalam sistem tekanan tinggi tersebut, pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menekan udara permukaan (subsidensi) sehingga termampatkan dan suhu permukaan meningkat karena umpan balik positif antara massa daratan dan atmosfer.
Pusat tekanan atmosfer tinggi ini menyulitkan aliran udara dari daerah lain mengalilr masuk ke area tersebut.
Semakin lama sistem tekanan tinggi ini berkembang di suatu area karena umpan balik positif
antara daratan dan atmosfer, semakin meningkat panas di area tersebut, dan semakin sulit
awan tumbuh di wilayah tersebut.
- Secara indikator statistik suhu kejadian, “Heat Wave” atau Gelombang Panas
dalam ilmu cuaca dan iklim didefinisikan sebagai periode cuaca dengan kenaikan suhu panas
yang tidak biasa yang berlangsung setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih (sesuai
batasan Badan Meteorologi Dunia atau WMO).
Selain itu untuk fenomena cuaca termasuk sebagai kategori gelombang panas, suatu lokasi harus mencatat suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik, misalnya 5 derajat celcius lebih panas, dari rata-rata klimatologis suhu maksimum.
Apabila suhu maksimum tersebut terjadi dalam rentang rata-ratanya dan tidak berlangsung lama maka tidak dikategorikan sebagai gelombang panas.
“Berdasarkan dua kriteria di atas, suhu panas yang terjadi di Indonesia bukan arena femomena gelombang panas. Apalagi suhu maksimum harian sudah mulai turun,” tutur Dwikorta.***