SUARA CIREBON – Setelah sempat menjadi perbincangan di masyarakat, Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Jawa Barat (Jabar) memutuskan ekspor pasir laut haram berdasarkan tinjauan fikih.
Sekretaris LBM PWNU Jabar, Kiai Afif Yahya Aziz menjelaskan, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut disebut, salah satu hal yang bisa dieksplorasi termasuk diekspor adalah pasir laut.
Hal itu memicu polemik di masyarakat, sehingga LBM PWNU Jawa Barat memutuskan berkumpul untuk membahas hal tersebut di Pondok Pesantren Al-Azhar Miftahul Huda Citangkolo, Kota Banjar, belum lama ini.
“Peraturan baru ini juga dinilai membuka ruang bagi perusahaan untuk mengekspor pasir laut ke luar negeri, jika kebutuhan dalam negeri terpenuhi. Dengan terbitnya aturan yang memunculkan polemik di masyarakat tersebut, LBM PWNU Jabar Zona 5 yang meliputi Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Ciamis, Kabupaten Pangandaran, Kota Banjar menggelar bahtsul masail mengenai hal itu,” ujar Kiai Afif Yahya Aziz, Rabu, 2 Agustus 2023.
Salah satu pertanyaan yang muncul dan dibahas dalam bahtsul masail, kata Afif, yakni bagaimana hukum pemerintah mengelola sedimentasi di laut sesuai PP Nomor 26 tahun 2023 yang menurut sebagian pihak berpotensi menimbulkan mudarat sebagaimana dalam deskripsi.
“Jawabannya, pengelolaan pemerintah pada sedimentasi di laut untuk keperluan ekspor luar negeri adalah haram. Sedangkan pengelolaan pemerintah untuk keperluan dalam negeri, hukumnya diperbolehkan dengan syarat berasaskan pada kemaslahatan umat,” ujar kiai asal Kabupaten Cirebon ini.
Afif mencontohkan, seperti pembersihan penumpukan sedimentasi di laut yang menghalangi lalu lintas kapal laut di tepi pantai, sebagai bahan material infrastruktur pemerintah, perluasan area dermaga laut dan pelabuhan, dan dilakukan di lokasi yang jauh dari pemukiman warga.
“Jika pengelolaan sedimentasi yang berefek mudarat, maka hukumnya haram, seperti perusakan ekosistem laut, meningkatkan abrasi dan erosi laut, efek banjir pada warga pesisir, hilangnya kepulauan dan lain-lain,” ungkapnya.
Pertanyaan lainnya dalam bahtsul masail itu, kata dia, yakni, jika ditinjau dari analisa fikih, sebenarnya siapakah pihak yang paling berhak atas pengelolaan sedimentasi di laut? Dan bagaimana batasannya?
“Dan jawabannya, yakni, pihak yang paling berhak mengelola sedimentasi di laut adalah pemerintah. Dengan batasan pengelolaan itu harus berasaskan pada maslahat rakyat,” katanya.
Bahtsul masail yang melibatkan banyak kiai dan pengasuh pondok pesantren sebagai musahih, perumus dan moderator. Selain membahas soal polemik ekspor pasir laut, bahtsul masail juga membahas soal khutbah politik di tengah acara keagamaan.***
Dapatkan update berita setiap hari dari suaracirebon.com dengan bergabung di Grup Telegram “Suara Cirebon Update”. Caranya klik link https://t.me/suaracirebon, kemudian join. Sebelumnya, Anda harus install dan daftar di aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.