SUARA CIREBON – Gunung Marapi meletus. Muhammad Iqbal (20 tahun), salah satu pendaki Gunung Marapi yang lolos dari maut mengaku hanya mendengar bunyi teriakan ratusan monyet gunung seperti turun gunung sebelum erupsi terjadi.
“Saya sudah sampai pos IV pendakian. Dalam perjalanan turun. Terdengar bunyi teriakan ratusan monyet gunung dari arah hutan seperti ketakutan,” tutur Iqbal.
Saat itu, Iqbal menganggap teriakan ratusan monyet gunung yang terdengar sangat kencang itu hal biasa di areal hutan. Ia belum merasakan firasat apapun dan terus melanjutkan perjalanan turun.
Sepanjang jalur turun, Iqbal mengaku bertemu dengan sejumlah rombongan pendaki yang baru naik. Mereka menuju arah puncak Gunung Marapi.
“Saat turun saya bertemu sejumlah rombongan pendaki lain. Mereka baru mau ke puncak,” tutur Iqbal.
Memasuki wilayah Pos I, Iqbal dan sejumlah rekannya, dikejutkan dengan bunyi gemuruh dan dentuman. Asal suara dari puncak Gunung Marapi.
“Di Pos I saya baru dengar ada bunyi gemuruh dan dentuman. Lalu saya melihat ada ibu-ibu dan warga lain berhamburan keluar rumah dalam keadaan panik,” tutur Iqbal.
Iqbal bahkans empat diperingati seorang ibu kalau Gunung Marapi meletus (erupsi). Warga lereng gunung ini menuturkan kalau ini belum pernah terjadi sebelumnya.
“Benar saja, saat saya lihat ke puncak, terlihat awan hitam keluar dari puncak,” tutur Iqbal.
Iqbal salah satu pendaki yang selamat. Ia berada di Pos I, yang sudah dekat dengan perkampungan saat Gunung Marapi erupsi pada Minggu, 3 Desember 2023, pukul 14.15 WIB.
Beberapa jam sebelumnya, Iqbal dan sejumlah rekannya berada di puncak Gunung Marapi. Ia bahkan sempat menginap dan berkemah di kawasan bebatuan cadas di puncak yang jaraknya hanya beberapa meter dari kawah.
“Saya sempat di puncak dan berada persis di atas kawah sekitar pukul 08.30 sampai 09.00 pagi. Setelah itu memutuskan turun,” tutur dia.
Iqbal mengaku semua berjalan normal. Hanya memang sempat mendengar seperti suara steam atau air mendidih. Namun ia mengabaikan dan menggangap itu gejala vulkanik biasa.
“Saaat di puncak sempat mendengar suara steam. Kirain itu hal biasa, sampai saya turun. Marapi erupsi saat saya sudah di pos IV sudah dekat perkampungan warga,” tutur Iqbal.
Iqbal bernasib mujur. Ia sempat lebih dulu turun. Namun tidak dengan puluhan pendaki lainnya. Hingga kemudian erupsi terjadi, ternyata ada 75 pendaki yang masih berada di kawasan puncak.
Belakangan, dari 75 pendaki, 23 diantaranya meninggal dunia. Laporan Tim SAR, sebagian besar pendaki yang meninggal dunia, posisinya berada di kawasan puncak.
Hal mengejutkan lain, delapan korban tewas, jasadnya di temukan di bebatuan cadas, hanya beberapa meter dari kawah Gunung Marapi yang menyemburkan abu vulkanik setinggi 3000 meter.
Tim SAR menemukan 8 jasad berada persis di bebatuan cadas yang merupakan puncak gunung atau dinding kawah atau kaldera.
Bahkan operasi evakuasi Tim SAR berlangsung penuh keberanian. Sebab dilakukan saat erupsi masih berlangsung. Tim SAR mempertaruhkan nyawa untuk bisa mengevakuasi mayat para pendaki yang tergeletak di bebatuan cadas kaldera di puncak Gunung Marapi.
Erupsi Gunung Marapi di perbatasan Kabupaten Agam dan Tanah Datar, Sumatera Barat (Sumbar) ini sangat mengejutkan. Puluhan pendaki berada di kawasan puncak tanpa memperoleh peringatan apapun sebelumnya.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar tidak mencatat ada tanda-tanda atau gejala vilkanologi dari Gunung Marapi.
Karena itu, tidak ada larangan untuk kegiatan pendakian. Seluruh pos pengamatan juga menyatakan tidak ada catatan peningkatan aktifitas vulkanik di Gunung Marapi yang mengarah pada erupsi.
“Tidak tercatat ada laporan apapun terkait peningkatan aktifitas vulkanik. Semua normal. Tidak terdeteksi di seismograf ada aktifitas seperti kegempaan yang menjadi petunjuk akan erupsi,” tutur Dian Indriati dari BKSDA Sumbar.***