SUARA CIREBON – Sejarah lampion, pernak-pernik khas tahun baru Imlek. Hal yang tak pernah tertinggal selama perayaan Tahun Baru Imlek sampai malam ke 15 atau Cap Go Meh ialah keberadaan lampion.
Lampion adalah lampu penerang yang unik. Bagi masyarakat Tionghoa, tidak hanya sekedar penerang malam, tetapi juga bagian dariu ekspresi estetik.
“Bahan ada makna spiritual. Lampion menjadi perlambang terang, simbil kemakmuran dan rasa syukur kepada Tuhan,” tutur Suhu Jeremy Huang Wijaya, Rabu 21 Februari 2024.
Budayawan Tionghoa berdarah campuran Sunda dan Jawa ini mengungkapkan sekilah sejarah dan simbol dari lampion yang menjadi bagian tak terpisahkan dari Tahun Baru Imlek.
Masyarakat Cian percaya akan pepatah
以慈悲和善意启迪生命
Yǐ cíbēi hé shànyì qǐdí shēngmìng
Artinya …”Terangilah kehidupan dengan kasih sayang dan kebajikan,”
Karena itulah, tiap perayaan Imlek akan selalu ada hiasan lampion di mall, pasar rumah sakit dan pusat perkantoran, dan toko toko.
“Pemasangan lampion di malam Imlek dipercaya menerangi jalan kehidupan di tahun yang akan datang,” tutur Suhu Jeremy.
Pemasangan lampion berasal dari bahasa Mandarin ‘Denglong’ yang artinya “Menerangi.
“Warna merah pada lampion perlambang kemakmuran, kesatuan, dan rezeki di malam Tahun Baru Imlek. Bertujuan menghilangkan hama perusak tanaman.,” tutur Suhu Jeremy.
Menurut Suhu Jeremy, tradisi memasang lampion sudah ada di daratan China sejak era Dinasti Xi Han.
Munculnya Lampion bahkan hampir bersamaan dengan dikenalnya teknik pembuatannya kertas pada masyarakat Tiongkok kuno.
“Rachel Deason dalam A Brief History of Chinese Lanterns di laman Culture Trip menyebut lampion awalnya memiliki tujuan sederhana, yaitu sumber cahaya.
Orang-orang dari Dinasti Han Timur (25-220 M) membuat rangka lampion dari bambu, kayu, atau jerami gandum.
Lalu, mereka meletakkan lilin di tengahnya dan merentangkan sutra atau kertas di atasnya sehingga nyala api takkan tertiup angin”
“Lampion adalah simbol harapan untuk kehidupan lebih baik dan lebih sejahtera yang menjadi doa setiap Imlek,” tutur Suhu Jeremy.
Dalam perjalanan sejarahnya, era pertama masyarakat Tiongkok mengenal lampion, berjalan bersama derap ditemukannya kertas pertama kali di dunia.
Tesis sejarah ini mengemuka karena penampakan lampion dengan kerangka bambu dan lilin menyala memerlukan kertas sebagai penghalau angin.
“Pada postur lampion, penghalau angin dibutuhkan agar liin yang menyala tidak mudah mati. Dan itu terbuat dari kertas,” tutur Suhu Jeremy.
Hingga kini, lamion menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi warga China, terutama di momen-momen kebahagiaan seperti perayaan Tahun Baru Imlek.
Tradisi itu juga menurun pada warga China dispora yang tersebar di seluruh bagian dunia, termasuk di Nusantara.
Karena itu, di tiap-tiap daerah di Nusantara terutama Jawa, lampion mengenal sebutan masing-masing.
“Di Semarang, Jawa Tengah, lampion disebut sebagai teng-tengan. Di Solo, lampion dikenal sebagai lampu ting. Di Jepara, impres adalah nama lain dari lampion,” tutur Suhu Jeremy.***
Dapatkan update berita setiap hari dari suaracirebon.com dengan bergabung di Grup Telegram “Suara Cirebon Update”. Caranya klik link https://t.me/suaracirebon, kemudian join. Sebelumnya, Anda harus install dan daftar di aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.