SUARA CIREBON – Jaman dulu sering kita mendengar orang Tionghoa totok yang ayahnya dari Tiongkok China,kata “Owe” seringkali diucapkan oleh anak-anak.
Jika ayah ibu memanggil nama anaknya maka sang anak wajib mengucapkan “Owe ma” atau “Owe Pah”, “Owe Ema” “Owe Engkong”
Kata Owe diucapkan oleh sang anak untuk menghormati orang yang lebih tua darinya.
“Owe itu bisa diartikan dengan kata saya atau Wo dalam bahasa Mandarin atau Gua (Hokkian), Ngai (Hakka/Kheh), Ngou (Konghu) dan Wa (Tiociu),” tutur budawayan, Suhu Jeremy Huang Wijaya, Selasa 7 Mei 2024.
Owe merupakan kata ganti orang pertama tunggal (saya). Merupakan bentuk hormat bagi laki-laki peranakan Tionghoa.
Perempuan tidak pernah memakai kata ganti orang pertama Owe. Sebagai padanan perempuan peranakan memakai kata saya.
“Owe dan saya dipakai kepada orang yang lebih tinggi generasinya atau orang yang baru dikenal,” tutur Suhu Jeremy.
Pada waktu sedang marah, kata owe yang dianggap halus dan sopan berubah menjadi gua yang dianggap lebih kasar dalam bahasa Melayu Tionghoa.
Seiring perjalanan Waktu, kata Owe diganti dengan kata “saya” oleh komunitas warga peranakan Tionghoa di Tangerang, Jakarta, Cirebon, Jamblang Plered, Kabupaten Cirebon, Bogor hingga Jawa Timur.
Kata Owe dapat juga diartikan sebagai kata “Ya” atau “Baiklah”, atau Hao dalam dialek Hokkian.
Ho sering diucapkan sebagai “ho e”, huruf e = Lah. Jadi kata “ho e” bisa diterjemahkan menjadi baiklah.
“Dari sinilah kata Owe diserap,” tutur Suhu Jeremy.
Jadi ketika ada orang tua memberikan penjelasan atau pengertian, maka yang muda mengucapkan owe artinya ya baiklah.
Mereka tidak berani mengucapkan saya atau ya. Mereka selalu bilangnya Owe sebagai tanda hormat.
“Pengucapan Kata Gwa juga berarti saya dalam bahasa Hokkian dalam percakapan hanya digunakan bagi orang yang sebaya, bahkan terkesan kasar. Tidak boleh diucapkan ketika berbicara dengan orang tua Kata Gwa berkembang jadi Gue atau Gua dalam bahasa Betawi,” tutur Suhu Jeremy.
Belakangan, seiring perkembangan jaman, ucapan Owe dan saya mulai hilang dalam keluarga Tionghoa saat ini. Padahal Owe itu sebagai kata penghormatan kepada yang lebih tua.
“Kata ini menjadi punah di kalangan warga Tionghoa di masa kini. Punah justru oleh para penuturnya sendiri,” tutur Suuhu Jeremy.
Makna Owe, bahkan sempat terpeleset menjadi seolah-olah sebagai bahan lawakan. Terutama Ketika sering digunakan oleh para bintang film yang memerankan lelaki tua China (Babah), dengan gaya yang lucu.
Maka Ketika kata Owe disebut, seolah-olah kata itu merupakan bagian dari candaan (lawakan) yang memang dimaksudkan untuk melucu.
“Padahal dalam keseharian percakapan orang Tionghoa di masa lalu, kata Owe itu kata yang serius. Dalam etika Bahasa, memiliki makna yang unggul atau adiluhung, dalam arti mencerminkan kesopanan,” tutur Jeremy Huang.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.