SUARA CIREBON – Warga Kota Cirebon dibuat kecewa. Mereka terkena PHP (Pemberi Harapan Palsu) oleh Pemerintah Kota atau Pemkot Cirebon terkait kenaikan PBB P2 (Pajak Bumi dan Bangunan Perdesan dan Perkotaan).
Pertemuan di Gedung DPRD Kota Cirebon pada Rabu 19 Juni 2024 yang membahas soal solusi kenaikan PBB tidak melahirkan hasil. Selain dapat PHP, warga juga merasa terkena prank dari Pemkot Cirebon.
“Kami seperti terkena prank dan PHP. Tadinya kita berharap Pemkot Cirebon akan merubah kebijakan kenaikan PBB seperti disampaikan sebelumnya,” tutur warga, Kamis 20 Juni 2024.
Seperti diketahui, perwakilan warga Kota Cirebon yang menolak kenaikan PBB memenuhi undangan DPRD. Di Gedung DPRD mereka bertemu dengan Ketua DPRD Ruri Tri Lesmana serta pimpinan lainnya.
Dari Pemkot Cirebon, dalam pertemuan itu langsung dihadiri Pj Walikota Cirebon H Agus Mulyadi. Pembicaraan berlangsung alot hingga dari Rabu sore sampai malam hari.
“Alot. Intinya tidak ada solusi yang riil. Tetap, ujungnya Pemkot Cirebon pada putusan kenaikan PBB yang lebih dari 100 persen. Ini tidak sesuai aspirasi warga,” tutur mereka.
Beberapa perwakilan warga Kota Cirebon yang hadir diantaranya Tan Hok Lay, Wika, Widodo, Marlina dan sejumlah lainnya, termasuk Surya Pranata yang diwajibkan membayar kenaikan PBB sampai 1000 persen.
Dalam pertemuan itu, dari pihak DPRD seperti disampaikan Ketuaya, Ruri Tri Lesmana meminta agar Pemkot Cirebon memenuhi aspirasi warganya.
Ruri Tri Lesmana mengakui, jika dipaksakan, kenaikan PBB ini akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian Kota Cirebon secara umum.
“Kami juga merasakan kenaikan yang di luar perkiraan. Paling proporsional, kenaikan antara 10 sampai 20 persen. Tapi kalua sampai di atas 100 persen, bahkan ada yang sampai 1000 persen ini pasti akan sangat memberatkan,” tutur Ruri Tri Lesmana.
Perwakilan warga Kota Cirebon, menjelaskan, warga pada dasarnya tidak keberatan dengan kenaikan PBB sebab dari tahun ke tahun nilai keekonomian wilayahnya meningkat.
Namun kenaikan PBB yang proporsional dan wajar. Permintaan warga 10 persen, kalaupun harus terus dinaikan, maksimal 20 persen.
“Kalaupun sampai 20 persen masih wajar. Idealnya 10 persen karena situasi ekonomi sekarang juga sedang tidak baik-baik saja,” tutur warga.
Sementara itu, Pj Walikota Cirebon tetap berpegang pada aturan Peraturan Daerah atau Perda Nomor 1 Tahun 2024 yang sudah syah berlaku.
Selain itu, Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang kenaikan PBB sudah mengacu ke peraturan dari pemerintah pusat. Pihaknya tidak bisa sendirian merubah Perda tanpa melibatkan pihak lain termasuk pemerintah pusat.
Karena itu, Agus Mulyadi memberi solusi jalan tengah. Pemkot Cirebon akan memberi diskon sampai 50 persen dan stimulus yang meringankan warga Kota Cirebon.
“Kita berlakukan diskon sampai 50 persen dan perubahan zona atau area. Klaster A misalnya akan dimasukan ke klister B supaya lebih ringan,” tutur Agus Mulyadi.
Mendengar solusi yang ditawarkan Agus Mulyadi, warga tetap menolak. Sebab setelah dihitung-hitung, baik pemberian diskon maupun stimulus lain termasuk perubahan klister, tetap saja kenaikan jatuhnya di kisaran 100 sampai 500 persen.
“Yang ditawarkan Pemkot Cirebon bukan solusi. Hanya PHP atau prank saja. Jika begini, Gerakan boikot tetap berlangsung. Jika tidak ada legislatif eksekutif review atas Perda , kita mulai berpikir melalukan juidicial review ke Mahkamah Agung,” tutur warga.
Perwakilan warga Kota Cirebon menilai, kenaikan PBB yang di atas 100 persen sangat membahayakan. Sebab akan mempengaruhi seluruh perdagangan, termasuk harga sewa-menyewa yang akan menyesuaikan, sehingga seluruh harga barang yang dibeli warga di Kota Cirebon akan serentak ikut melonjak.
“Kita akan mengalami kelesuan ekonomi. Alih-alih Pemkot berorientasi memperbesar PAD (Pendapatan Asli Daerah), yang didapat adalah kemerosotan ekonomi,” tutur mereka.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.