SUARA CIREBON – Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang dikeluhkan oleh Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Cirebon mendapatkan respons dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Cirebon.
Kabid Pengelolaan Pajak Daerah (P2D) Bapenda Kabupaten Cirebon, Fahmi Sudjati mengakui, Bapenda menerima banyak keluhan terkait kenaikan NJOP ini.
“Kenaikan NJOP di Kabupaten Cirebon didasarkan pada penyesuaian nilai di setiap lokasi. Misalnya, NJOP di jalan Tuparev Kedawung yang pada tahun 2021 senilai Rp2,7 juta per meter persegi, setelah dilakukan penyesuaian dengan melibatkan konsultan appraisal, naik menjadi Rp7-8 juta per meter persegi,” ujar Fahmi Sudjati, Sabtu, 20 Juli 2024.
Fahmi mengatakan, hasil appraisal di Jalan Tuparev menunjukkan nilai Rp10-14 juta per meter. Pihaknya mengambil rata-rata sekitar 60-70 persen dari nilai tersebut, sehingga NJOP ditetapkan di kisaran Rp7-8 juta per meter persegi.
“Artinya, kami tidak menaikkan 100 persen dari hasil appraisal, tetap berada dalam batas wajar transaksi. Kenaikan NJOP ini lebih merupakan penyesuaian agar sesuai dengan nilai pasar,” katanya.
Menurut Fahmi, jika ada pihak yang merasa NJOP terlalu tinggi, mereka bisa mengajukan keberatan kepada Bapenda. Bapenda sendiri akan meninjau kembali dan melakukan survei sebelum menerapkan penyesuaian pada tahun berikutnya.
“Kami juga banyak menerima keluhan dari beberapa pengembang terkait kenaikan NJOP. Untuk itu kami menyarankan agar pengembang yang sudah memiliki siteplan dan izin perumahan melakukan split sertifikat perumahan terlebih dahulu untuk mengurangi biaya,” terangnya.
Jika belum di-split, dijelaskan Fahmi, NJOP dihitung secara keseluruhan. Setelah di-split, perhitungan NJOP akan lebih detail sesuai dengan masing-masing lahan.
“Penyesuaian NJOP ini, bertujuan untuk melindungi aset masyarakat. Ketika NJOP sesuai dengan pasar, harga jual aset akan lebih tinggi dan menguntungkan ketika diagunkan ke bank,” terangnya.
Penyesuaian NJOP ini, lanjut Fahmi, sesuai dengan undang-undang dan dapat berubah kapan saja sesuai dengan perkembangan wilayah. Fahmi mencontohkan, di Kecamatan Gebang, NJOP di blok A yang sebelumnya Rp400 ribu per meter persegi naik setelah adanya investasi dan pembangunan pabrik di sekitar wilayah tersebut.
“Penyesuaian NJOP tidak dilakukan secara merata, tetapi berdasarkan kondisi masing-masing wilayah,” tambah Fahmi.
Fahmi menegaskan, jika Apersi merasa keberatan dengan kenaikan NJOP, mereka bisa mengajukan keberatan dengan melampirkan bukti dari akuntan publik.
“Kami akan mengkaji ulang hasil appraisal tersebut dan mempertimbangkan perubahan jika diperlukan,” pungkasnya.
Diberikan sebelumnya, pengembang perumahan subsidi (bersubsidi) yang tergabung dalam Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Korwil I Cirebon, mengeluhkan kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dirasa sangat memberatkan. Tidak tanggung-tanggung kenaikan NJOP yang dirasakan pengembang mencapai 1.000 persen.
Hal itu diungkapkan, Bendahara Apersi Cirebon, Sarini, saat melakukan audensi dengan Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon, Rabu, 17 Juli 2024.
Menurut Sarini, pengembang perumahan subsidi keberatan kenaikan NJOP yang sangat tinggi yakni mencapai 1.000 persen per meternya. Sebelumnya nilai NJOP perumahan subsisi hanya Rp243.000 per meter.
“Sekarang nilai NJOP mencapai Rp2.350.000, jadi kenaikannya itu hampir 1.000 persen selama dua tahun terkahir. Kenaikan ini terjadi sejak tahun 2022 silam,” ujarnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.