SUARA CIREBON – Upaya Mabes Polri mencari titik terang dengan menurunkan Tim Pencari Fakta (TPF) dalam kasus Vina Cirebon memperoleh komentar dari Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri.
Reza Indragiri, salah satu ahli yang bersikap kritis dan tajam terhadap cara penanganan kematian Vina Cirebon sejak awal-awal kasus ini mencuat dan menjadi perhatian masyarakat di Tanah Air.
Meski tidak secara langsung, dengan berlindung dibalik pertanyaan yang diajukan, Reza Indragiri sejak awal meragukan soal pemerkosaan terhadap Vina, dan lebih jauh lagi, ia juga skeptis dengan penyebab kematian karena pembunuhan.
“Benarkah telah terjadi pemerkosaan, dan benarkah telah terjadi pembunuhan,” demikian Reza Indragiri mengungkapkan hasil temuan setelah membaca berkas-berkas perkara kasus Vina Cirebon.
Seturut dengan itu, Reza Indragiri juga mengajukan usulan agar Mabes Polri melakukan eksaminasi ulang penanganan kasus Vina dari nol.
“Banyaknya kejanggalan, menggiring saya pada kesimpulan, harus ada eksaminasi ulang, dari nol atau hulu. Ketimbang mencari DPO (Daftar Pencarian Orang),” tuturnya.
Menyusul mulai kerjanya TPF Mabes Polri, Reza Indragiri melihat ada cahaya baru dalam penanganan kasus Vina Cirebon.
“Sesuai janji saya, setelah dipastikan bahwa Mabes Polri menugaskan tim untuk mengeksaminasi ulang peristiwa Cirebon 2016, saya memberikan apresiasi kepada langkah Polri,” tutur Reza Indragiri.
Mulai bekerjanya TPF, dinilai sebagai upaya kepolisian meredefinisi profesionalisme. Bahwa, polisi tidak semata-mata memidana pelaku pidana, tapi juga punya kesungguhan untuk mengoreksi kemungkinan salah pemidanaan terhadap warga negara.
“Apa simpulan tim Mabes Polri itu? Kita masih nantikan,” tutur Reza Indragiri yang mengaku memiliki mimpi atas turunnya TPF Mabse Polri dalam kasus Vina Cirebon.
Saat TPF melakukan penyelidikan dan penyidikan, Reza Indragiri mengatakan, Mabes Polri perlu membedakan antara penyikapan terhadap para korban (terkait penyebab kematian, termasuk kemungkinan pidana) dan penyikapan terhadap para terpidana.
“Penyikapan kepada para terpidana ini menyangkut error in persona maupun error in objecto (salah tangkap orang dan salah mengidentifikasi perkara),” tutur Reza Indragiri.
Jika kedua bagian penyikapan tersebut digabung sekaligus, dan harus menunggu putusan Peninjauan Kembali (PK) Saka Tatal, terlebih apabila PK ditolak, maka akan muncul kesan kemiripan antara sikap Mabes Polri dengan hasil studi Conviction Integrity Unit (CIU).
CIU menemukan, satu dari dua faktor dominan terjadinya salah pemidanaan. Adalah ditutup-tutupinya oleh penyidik bukti-bukti yang sesungguhnya dapat meringankan atau bahkan membebaskan terdakwa.
“Andai itu pula yang Mabes Polri lakukan, maka apa bedanya dengan Polda Jabar? Sama saja mereka gagal melakukan mitigasi atas kesemrawutan tahun 2016,” tuturnya.
Menghindari kekhawatiran masyarakat itu, penyikapan terhadap terpidana sepatutnya mesti dipisahkan dengan penyikapan terhadap korban (Vina dan Eki).
“Konkretnya, terkait penyikapan terhadap terpidana, bila Mabes Polri menemukan bahwa mereka tidak melakukan pembunuhan dan pemerkosaan, Mabes Polri perlu membukakan jalan bagi delapan orang terpidana untuk bebas,” tutur Reza Indragiri.
Sedangkan terkait penyikapan terhadap korban, lanjutnya, jika mereka diyakini tewas akibat perbuatan pidana, maka anggap saja ini pekerjaan rumah yang suatu saat semoga bisa Mabes Polri pecahkan.
Reza Indragiri berpandangan, masyarakat Indonesia, saat ini lebih peduli pada nasib para terpidana dan menuntut kebebasan bagi mereka setelah melihat banyak kejanggalan.
“Saya yakin, jika penyikapan terhadap korban dihadap-hadapkan dengan nasib terpidana, publik saat ini condong memperjuangkan kebebasan bagi terpidana,” tuturnya.
Masyarakat lebih menghendaki bebasnya para terpidana ketimbang memastikan nasib kedua korban, Vina dan Eki, apakah tewas akibat kecelakaan ataukah akibat perbuatan orang lain.
Dalam kasus ini, Reza Indragiri bermimpi, bila TPF Mabes Polri menemukan fakta objektif kesemrawutan penanganan kasu Vina dan Eki, dan sampai pada kesimpulan terjadi eror in persona dan error in objecto, ini harus diumumkan secara terbuka ke publik.
Kemudian, sebelum Mahkamah Agung (MA) membuat putusan atas upaya PK Saka Tatal, Mabes Polri perlu selekasnya menyodorkan novum berupa hasil kerja TPF.
“Mimpi saya, yang mengajukan novum ke MA untuk membebaskan para terpidana itu dari Mabes Polri setelah memperoleh kesimpulan hasil kerja TPF,” tutur Reza Indragiri.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.