SUARA CIREBON – Dedi Mulyadi hadir menjadi saksi dalam lanjutan sidang PK (Peninjauan Kembali) enam terpidana kasus Vina Cirebon.
Lanjutan sidang PK kembali digelar di PN Kota Cirebon, Jumat, 20 September 2024. Dedi Mulyadi menjadi saksi pertama sebagai testimonium de audito sebagai tokoh masyarakat Jawa Barat yang sejak awal mengawal kasus Vina Cirebon.
Dalam kesaksiannya, ketika menjawab pertanyaan tim pengacara, Dedi Mulyadi bicara lantang. Ia bahkan menyatakan secara terbuka bahwa kasus Vina Cirebon bukan pembunuham, apalgi pemerkosaan.
“Hasil penelusuran saya selama ini, dengan menemui para saksi, keluarga korban dan logika akal sehat kita, ini adalah peristiwa kecelakaan, bukan pembunuhan apalagi pemerkosaan,” ujar Dedi Mulyadi dengan lantang.
Dedi Mulyadi mengungkapkan, seluruh rangkaian kasus Vina Cirebon penuh kejanggalan. Dari mulai penangkapan, penahanan, penyidikan, penuntutan sampai pada putusan hakim.
“Seluruh proses kasus Vina Cirebon penuh kejanggalan. Dari awal penangkapan, penahanan, penyidikan, penuntutan sampai putusan,” tutur Dedi Mulyadi.
Dengan logika sederhana, tutur Dedi Mulyadi, sangat janggal. Peristiwa ini berawal dari orang kesurupan, lalu diduga kuat dijadikan dasar untuk penanganan kepolisian sampai pada penangkapan, penahanan sampai penyidikan terhadap delapan terpidana.
“Berawal dari kesurupan Linda, lalu bertemu dendam Aep karena pernah digerebeg saat bawa perempuan, bertemu lagi dengan Rudiana yang sedih karena kehilangan anaknya. Ini semua membuat logika terabaikan,” tutur Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi menunjukan bagaimana penangkapan dilakukan hanya berdasarkan kesaksian sepihak Aep yang saat diperiksa di lapangan juga tidak masuk akal.
“Saya menelusuri ke lapangan. Mencoba apakah kesaksian Aep masuk akal atau tidak. Sangat tidak mungkin, dalam jarak 50 meter malam hari dan gelap, Aep bisa melihat dengan jelas rinci pelemparan, hapal sepeda motor, hapal wajah pelaku. Padahal kondisi malam hari dan gelap,” tutur Dedi Mulyadi.
Kasus penangkapan juga sangat janggal. Dilakukan oleh orang yang memiliki relasi kuasa dan subyektif karena Rudiana merupakan ayah dari korban Eky.
“Ini juga bukan kasus tangkap tangan. Tidak ada proses penyidikan yang benar. Pelapor juga sebagai penangkap. Lalu penetapan tersangka tidak ada bukti ilmiah. Tidak ada CCTV, sidik jari sampai pada masalah sperman yang tanpa ada uji DNA,” tutur Dedi Mulyadi.
Terungkap juga bahwa proses penyidikan dalam kasus Vina Cirebon sampai pada penangkapan delapan terpidana hanya berdasarkan mada “mistik crime investigation”, bukan berdasarkan science crime investigation, karena ada orang yang kesurupan.
“Dalam kasus Vina Cirebon ini, tidak hanya seratus persen atau seribu persen, seribu persen ini adalah kecelakaan tunggal, bukan pembunuhan dan pemerkosaan,” tutur Dedi Mulyadi seraya mengaku dorongan hati yang membuat dirinya melakukan advokasi terhadap kasus Vina Cirebon dengan target membebaskan para terpidana.
Ada momen hari selama Dedi Mulyadi memberikan kesaksian. Mantan Bupati Purwakarta yang kini tengah menjadi calon gubernur Jawa Barat, tak bisa menahan desakan hatinya, sampai saat memberikan keterangan tak kuasa ia menangis.
“Kasus ini bukan hanya kasus hukum. Tapi kasus sosial dan kasus kemanusiaan. Saya tergerak hatinya melihat delapan terpidana yang menurut keyakinan saya tidak bersalah, harus menanggung siksaan dihukum seumur hidup,” tutur Dedi Mulyadi.
Mengakhiri kesaksiannya, hakim memberi kesempatan Dedi Mulyadi memeluk satu per satu dari enam terpidana kasus Vina Cirebon yang juga selalu hadir di sidang PK di PN Kota Cirebon.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.