SUARA CIREBON – Donald Trump dipastikan memenangi Pemilihan Presiden atau Pilpres Amerika tahun 2024 ini usai mengaalahkan Kemala Harris.
Kemenangan Donald Trump, seperti terlihat dalam hasil perolehan suaram Rabu 6 November 2024, menandai kembalinya kelompok konservatif yang tercermin dalam Partai Republik ke Gedung Putih di Washington DC.
Hasil penghitungan suara Pilpres Amerika yang pemungutan suaranya berlangsung Selasa 5 November 2024, Donald Trump dari Partai Republik telah meraih 277 suara elektoral (electoralvote).
Jumlah ini sudah lebih dari cukup bagi Donald Trump untuk kembali memegang kendali atas Gedung Putih dan seluruh kebijakan Amerika dalam lima tahun ke depan, dari 2024-=2029.
Sementara rivalnya, Kemala Harris yang kini masih menjabat sebagai Wakil Presiden Amerika dari Partai Demokrat, meraih 226 suara, jauh di bawah perolehan suara Donald Trump.
Suara Trump, dengan 277 electoral vote (suara elektoral) sudah melebihi batas kemenangan demokratik di Amerika yang jumlahnya 270 electoral vote tersebar di 48 negara bagian.
Hasil penghitungan suara ini, menjadikan pria berusia 78 tahun dan salah satu orang terkaya di Amerika, akan kembali menjadi Presiden Amerika untuk kedua kalinya.
Donald Trump, sebelumnya pernah menjadi Presiden Amerika periode 2014-2019. Namun kalah di pilpres 2019 oleh Joe Biden dari Partai Demokrat yang kini masih menjabat sebagai Presiden Amerika.
Di Pilpres Amerika 2024 ini, Donald Trump berhasil melakukan revans. Kali ini kembali memegang kendali atas Washington setelah mengalahkan Kemala Harris, capres yang menggantikan Joe Biden di tengah jalan pecalonannya karena masalah usia dan kesehatan.
Kemenangan Trump menimbulkan ketidakpastian global. Bahkan situasi keamanan dunia dipertaruhkan mengingat kebijakan Trump yang merupakan keompok konservatif kanan dalam perspektif politik di Amerika.
Partai Republik, dalam lanskap politik ideologi Amerika, mewakili kelompok konservatif kanan yang dikenal sebagai The Hawkis.
Cenderung rasistik, diskriminatif dan sektarian. Tercermin dalam kampanye Trump yang lebih mengutamakan keunggulan ras kulit putih.
Sikap konservatif Republik bisa terlihat dalam kebijakan di Timur Tengah yang cenderung konfrontatif dan sangat pro Israel.
Tingkat resistensi terhadap China juga sangat tinggi. Di masa kepemimpinan Trum tahun 2014-2019, Trump sangat agresif terhadap China dan bahkan telah menyatakan perang dagang.
Situasi keamanan di Timur Tengah yang tengah memanas, akan sangat terpengaruh oleh masuknya kembali Trump ke Gedung Putih bersama kelompok konservatif The Hawkish yang berorientasi pada jalan kekerasan untuk menyelesaikan masalah luar negeri.
Serangan Amerika terhadap Afghanistan dan Irak, dilakukan ketika The Hawkish menguasai Gedung Putih melalui Presiden Geroge W Bush, seorang konservatif Republikan.
Trump diperkirakan akan mengambil jalan keras dan konfrontatif dengan China dalam mengatasi potensi konflik di Asia Timur, terutama di wilayah Laut China Selatan.
Apalagi, Amerika telah kembali menjalin hubungan militer bersama sekutu tradisionalnya, di ASEAN, yakni Filipina yang terlibat dalam perang klaim atas wilayah Laut China Selatan.
Salah satu ciri kelompok konservatif Amerika ialah dalam kebijakan soal masalah imigrasi dan kependudukan di dalam negeri Paman Sam tersebut.
Trump, telah menunjukan gelagat White Supremacy (supremasi kulit putih), diantaranya membatasi jumlah imigran baik dari Amerika Latin maupun Timur Tengah dan Afrika.
Kelompok konservatif Amerika juga sering menjadikan agama (Kristen Katolik) untuk berbagai alasan kebijakan politik,baik di dalam negeri maupun luar negeri. Selain White Supremacy yang mengutamakan ras Anglo Saxon, juga kecenderungan Islamophobia yang tinggi.*
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.