SUARA CIREBON – Kasus Vina Cirebon anti klimak lewat putusan Mahkamah Agung (MA) yang tegas menolak Peninjauan Kembali (PK) delapan terpidana kasus Vina Cirebon.
Penolakan PK sangat mengejutkan. Diputuskan oleh hakim agung yang memimpin sidang PK di MA pada Senin hari ini 16 Desember 2024.
Sidang putusan PK dipimpin tiga hakim agung yang diketuai Burhan Dahlan dengan dua anggota, Yohanes Priyana dan Sigid Triyono.
Ketiganya menjadi hakim untuk perkara PK Nomor 198/PK/PID/2024 dengan pemohon Eko Ramdhani dan Rivaldi Aditya.
Kemudian untuk perkara PK Nomor 199, sidang dipimpin Burhan Dahlan dengan anggota Jupriyadi dan Sigid Triyono.
Perkara PK ini atas nama lima terpidana, masing-masing Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Supriyanto dan Sudirman.
Penolakan MA atas PK terpidana kasus Vina Cirebon mengejutkan banyak pihak. Termasuk Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel yang sejak awal mengikuti perkembangan kasus pada 27 Agustus 2016 lalu tersebut.
“Kalau MA menolak PK, maka Rudiana bebas,” tuturnya.
Rudiana (kini Iptu, Kapolsek Kapetakan), merupakan ayah kandung dari Muhammad Rizky alias Eky yang dalam kasus tersebut disebut sebagai korban pembunuhan bersama kekasihnya, Vina Dewi Arista (Vina) padda Sabtu malam 27 Agustus 2016 atau 8 tahun lalu.
Reza Indragiri sangat menyesalkan putusan tersebut. Kini semua pintu keadilan bagi terpidana seperti tertutup.
Apalagi, terdakwa (terpidana) sama sekali tidak punya akses ke barang bukti untuk melakukan pengujian tandingan.
“Bukti komunikasi elektronik yang diajukan para terpidana belum pernah divalidasi dalam penanganan perkara ini,” tutur Reza Indragiri.
Ia mengingatkan sarannya dalam kasus Vina Cirebon. Bahwa pihak kepolisian justru yang mengajukan PK atas dasar temuan hasil swaeksaminasi kasus tersebut.
“Karena temuan tentang kesalahan investigasi itu diperoleh Polri lewat swaeksaminasinya, maka betapa luhurnya jika PK itu diajukan sendiri oleh Polri.”
Reza Indragiri mengungkapkan perlunya publik mengetuk nurani pimpinan Polri lebih keras agar tergerak untuk mengajukan PK.
“Selain itu, Tim PH (Penasehat Hukum) perlu mengajukan judicial review ke MK (Mahkamah Kostitusi) terkait poin akses terpidana untuk menguji barang bukti,” tuturnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.