SUARA CIREBON โ Beredar flyer atau poster sindiran ke pemerintah soal paradok kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mulai diberlakukan tahun 2025 mendatang.
Flyer itu berisi paradok soal makan gratis yang dihubungkan dengan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN yang naik menjadi 12 persen.
โAnaknya diberi makan gratis, Bapaknya dikenai PPN 12 persen,โ demikian bunyi flyer yang beredar di media sosial.
Pengamat sosial, Jeremy Huang melihat ini kebijakan paradok dari pemerintah yang kini dipimpin Presiden Prabowo.
Disebutkan juga, belum lama ini, ada kebijakan populis lain berupa penghapusan utang untuk kredit macet UMKM dan Koperasi yang bergerak di bidang pangan seperti pertanian dan perikanan.
Pada saat sama, pemerintah memberlakukan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang ternyata tidak saja di kota Cirebon, tetapi juga berlaku di hampir seluruh wilayah di Indonesia.
โDi Solo, bahkan pertama kali muncul protes sosial soal kenaikan PBB yang mencapai 100 persen. Tapi kemudian dibatalkan atau ditunda. Mungkin karena Walikota Solo, Mas Gibran, mau mencalonkan wapres,โ tutur Jeremy.
Di Kota Cirebon, PBB bahkan naik gila-gilaan. Jika dihitung rata-rata, berdasar warga yang mengeluhkan kenaikan tersebut, sekitar 300 persen.
โAda yang 100 persen, ada yang sampai 600 persen. Dari 7 juta menjadi 60 juta lebih. Rerata, sekitar 300 persen untuk kenaikan PBB di Kota Cirebon,โ tuturnya.
Saat itu, para pemilik toko di Kota Cirebon sempat mau pindah, mencari lokasi toko di wilayah Kabupaten Cirebon seperti di Jln Tuparev.
โTernyata Pemkab Cirebon juga memberlakukan kenaikan PBB yang sama. Seperti tidak ada tempat untuk membuka usaha di luar Kota Cirebon,โ tutur Jeremy.
Beban lainnya, kembali muncul yang namanya Opsen Pajak. Penjelasan pemerintah, ini bukan kenaikan pajak.
Tetapi merupakan tambahan pungutan pajak. Tak tanggung-tanggung nilainya mencapai 66 persen. Opsen pajak ini untuk setiap pemilik kendaraan yang mau memperpanjang STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan).
โTahun 2025 nanti, jika Anda mau memperpanjang STNK, nanti dikenai penambahan pungutan yang disebut Opsen Pajak 66 persen,โ tutur Jeremy.
Opsen pajak ini berdasarkan Pasal 83 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2022. Tarif opsen PKB dan BBNKB masing-masing sebesar 66 persen dari pajak terutang.
PKB itu Pajak Kendaraan Bermotor dan BBNKB artinya Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor. Ini akan efektif diberlakukan pemerintah tanggal 5 Januari 2025 mendatang.
Tahun 2025 nanti, pemilik kendaraan akan dikenai opsen Pajak untuk PKB dan BBNKB. Jadi pungutan saat perpanjang STNK itu dari semula 5 jenis, kini menjadi 7 jenis.
Masing-masing :
1. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)
2. Opsen BBNKB
3. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
4. Opsen PKB
5. Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ)
6. Biaya Administrasi STNK
7. Biaya TNKB (Tanda Nomor Kendaraan Bermotor)
Opsen pajak di ada nomor 2 dan 4. Tahun lalu, di STNK tidak ada dua jenis penambahan pungutan tersebut. Besarnya masing-masing 66 persen.
โCoba Anda buka STNK, berapa PKB dan BBNKB yang tercantum di STNK kendaraan, nanti ditambahkan 66 persen. Kalau PKB dan BBNKB besarnya 100.000 berarti menjadi 166.000. Kalau 1.000.000 menjadi 1.660.000,โ tutur Jeremy.
Jeremy melihat tahun 2025 akan menjadi tahun suram, terutama bagi kelas menengah. Lebih khusus lagi kelas menengah swasta.
โAnda tahu, usaha sektor swasta ini sedang terjepit. Daya beli masyarakat merosot karena sama-sama terbebani berbagai pungutan. Di sisi lain, dunia usaha juga tidak baik-baik saja,โ tutur Jeremy.
Sejauh ini, insentif pemerintah hanya diprioritaskan untuk masyarakat kelas bawah. Kemudian memanjakan Aparat Sipil Negara (ASN) seperti kenaikan gaji guru yang mencapai satu bulan gaji.
Untuk kelas menengah, khususnya yang swasta, sama sekali belum terlihat ada insentif. Hal yang ada justru munculnya kenaikan PBB, opsen Pajak dan PPN 12 persen.
โWarga kelas menengah sangat terjepit. Pemerintah menganggap mereka mampu karena rata-rata mereka tinggal di kompleks perumahan. Rumah relatif bagus. Padahal rumah itu dibangun saat masa jayanya dulu,โ tutur Jeremy.
Jeremy mengaku sering ngobrol dengan para kelas menengah swasta yang benar-benar menjerit karena dijadikan objek berbagai pungutan pajak.
โMereka menjerit karena kesulitan membiayai anak mereka kuliah. Benar bahwa mereka menyekolahkan anak. Tapi itu dicapai dengan berdarah-darah,โ tuturnya.
Hal menyedihkan, tidak sedikit dari kelas menengah yang sudah berpikiran akan menghentikan anaknya kuliah karena sudah sangat kesulitan.
โCoba pemerintah obyektif ya turun. Lihat di berbagai kompleks perumahan, ada banyak rumah yang di depannya terpasang tulisan โDijualโ. Untuk apa, untuk biaya kuliah anak. Bahkan ada yang lebih mengerikan, untuk bertahan hidup,โ tutur Jeremy.
Jeremy meminta pemerintah, Presiden Prabowo, jika dilihat dari setiap pidatonya yang selalu bicara rakyat kecil dan sangat pro rakyat, melihat bagaimana penderitaan kelas menengah swasta.
โKita tidak ingin, kata rakyat yang sering diucapkan Pak Prabowo itu menguap di kondisi kenyataan yang dihadapi rakyatnya. Saya percaya kalau Pak Prabowo bicara rakyat dalam pidatonya, itu bukan gimik,โ tutur Jeremy.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.