SUARA CIREBON – Baik Majelis Ulama Indonesia (MUI) maupun Muhammadiyah, dengan tegas menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen.
Muhammadiyah, melalui Ketua Pengurus Pusat (PP), Anwar Abbas menyatakan sikap tegas menolak kenaikan PPN dan meminta pemerintah membatalkannya.
Menurutnya, kenaikan PPN 12 persen akan menambah ongkos produksi berbagai perusahaan. Di sisi lain, daya beli masyarakat sedang sangat lemah.
Akibatnya, dunia usaha terjepit antara angokos produksi yang naik, tapi pendapatan terus berkurang karena produknya relatif tidak terjual.
Jika sudah seperti ini, perusahaan tentu tidak mau rugi. Maka hal yang dilakukan ialah PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) terhadap para karyawan atau buruh.
“Jika PPN naik, ongkos produksi naik, harga akan ikut naik. Di saat bersamaan daya beli masyarakat sedang lemah. Barang makin tidak laku terjual,” tutur Anwar Abbas.
Jika barang tidak laku terjual, perusahaan tentu tidak mau rugi. Maka jalan satu-satunya mengurangi beban perusahaan ialah mem PHK karyawan atau buruh.
“Daya beli masyarakat itu sudah melemah sejak Mei 2024 lalu. Kini makin lesu. Bakal ada gelombang PHK besar-besaran,” tutur Anwar Abbas.
Muhammadiyah mendesak Presiden RI Prabowo Subianto meninjau ulang dampak buruknya PPN 12 persen bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Tidak saja kelas menengah, kelas bawah justru akan makin parah lagi tekanannya. Kita lihat, jumlah menurunnya kelas menengah ke level bawah sudah banyak terjadi, yang bawah tentu akan makin tertekan,” tutur Anwar Abbas.
Muhammadiyah menyatakan penolakan atas kenaikan PPN 12 persen. Mendesak Presiden Prabowo untuk meninjau ulang.
“Perhitungkan dampak buruknya. PPN 12 persen, jelas tidak sesuai dengan janji politik yang katanya akan membuat kebijakan pro rakyat,” tutur Anwar Abbas.
Ia juga mengingatkan yang disebut rakyat itu tidak saja masyarakat golongan bawah atau yang masuk kategori miskin, kelas menengah juga bagian dari rakyat.
“Saat ini, kelas menengah juga sangat tertekan. Jika PPN 12 persen diberlakukan, efek berantainya kemana-mana. Kelas menengah juga akan ikut tertekan,” tuturnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.