SUARA CIREBON – Perayaan Tahun Baru Imlek adalah salah satu tradisi yang kaya dengan nilai-nilai budaya dan filosofi yang mendalam.
Di antara berbagai tradisi yang dilakukan, terdapat satu pantangan unik yang cukup dikenal, yaitu larangan memotong rambut sebelum atau selama perayaan Imlek.
Larangan ini bukan hanya sekadar kebiasaan, tetapi memiliki makna simbolis yang erat kaitannya dengan harapan, keberuntungan, dan penghormatan terhadap leluhur.
Dalam budaya Tionghoa, rambut dianggap sebagai bagian dari tubuh yang diwariskan oleh orang tua.
Memotong rambut, terutama menjelang Imlek, dianggap sebagai tindakan yang tidak menghormati warisan leluhur.
Hal ini selaras dengan nilai-nilai Konfusianisme yang menjunjung tinggi rasa bakti (filial piety) terhadap orang tua dan nenek moyang.
Selain itu, dalam bahasa Mandarin, kata “rambut” ( fa) memiliki bunyi yang mirip dengan kata “kaya” atau “kemakmuran” ( fa).
Oleh karena itu, memotong rambut sebelum Imlek dianggap sebagai tindakan yang dapat “memotong” rezeki atau keberuntungan yang akan datang di tahun baru.
Pantangan ini menjadi bentuk simbolis untuk menjaga harapan akan kelimpahan dan kemakmuran di tahun mendatang.
Bagi mereka yang mengikuti tradisi ini, waktu yang tepat untuk memotong rambut biasanya dilakukan sebelum memasuki bulan terakhir dalam kalender lunar, yaitu sekitar satu bulan sebelum Imlek.
Memotong rambut pada saat itu dianggap sebagai cara untuk “membersihkan diri” dan membuang nasib buruk yang mungkin melekat di tahun sebelumnya, sehingga siap menyambut keberuntungan di tahun baru.
Setelah itu, selama masa perayaan Imlek yang berlangsung selama 15 hari, pantangan memotong rambut ini benar-benar dijaga.
Masa ini dianggap sebagai waktu untuk merayakan, bersyukur, dan menyambut keberuntungan, sehingga tindakan apa pun yang dapat dianggap “menghilangkan” rezeki dihindari.
Selain pantang memotong rambut, ada sejumlah larangan lain yang juga dipercaya dapat memengaruhi keberuntungan di tahun baru, seperti:
- Menyapu rumah pada hari pertama Imlek, yang dianggap sebagai tindakan “membuang” keberuntungan.
- Mengucapkan kata-kata negatif, seperti “mati” atau “bangkrut,” karena diyakini dapat membawa energi negatif.
- Memakai pakaian berwarna hitam atau putih, karena kedua warna ini diasosiasikan dengan duka cita.
Pantang memotong rambut jelang Imlek bukan sekadar kepercayaan tanpa dasar, tetapi mencerminkan kedalaman makna budaya dan filosofi dalam tradisi Tionghoa.
Tradisi ini mengajarkan pentingnya rasa hormat terhadap leluhur, harapan akan kemakmuran, dan persiapan diri untuk menyambut hal-hal baik di masa mendatang.
Bagi mereka yang tidak memiliki latar belakang budaya Tionghoa, memahami tradisi ini dapat menjadi cara untuk menghormati kekayaan warisan budaya yang ada.
Di tengah dunia yang semakin modern, menjaga tradisi seperti ini menjadi salah satu cara untuk melestarikan identitas budaya dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Semoga perayaan Imlek membawa keberuntungan, kebahagiaan, dan kedamaian bagi semua orang yang merayakannya!***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.