SUARA CIREBON – Perwakilan organisasi desa seperti APDESI Merah Putih, PAPDESI, AKSI, ABPEDNAS, dan PPDI melakukan audiensi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mencari solusi terkait masalah Dana Desa tahap II kategori non-earmark, Rabu, 3 Desember 2025.
Dalam pertemuan tersebut, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Askolani, menjelaskan bahwa kebijakan tahun 2025 ini belum seberapa jika dibandingkan dengan kemungkinan kebijakan di tahun 2026.
“Keuangan negara saat ini diprioritaskan untuk penanganan bencana di Sumatera, bahkan dengan kondisi anggaran yang terbatas,” kata Askolani.
Terkait belum dicairkannya Dana Desa (DD) tahap II non-earmark, Kemenkeu berdalih bahwa kebijakan ini diambil demi mengendalikan APBN Negara di tahun 2025, dan jika tidak dilakukan, negara bisa melanggar undang-undang.
“Pengeluaran keuangan di tingkat pusat disesuaikan dengan penerimaan. Intinya, keuangan negara sedang defisit karena penerimaan yang menurun, dan ini menjadi tantangan nasional,” katanya.
Menurutnya, pengendalian keuangan tidak hanya menyasar Dana Desa, tetapi juga sumber-sumber keuangan lainnya. Kebutuhan belanja Kemenkeu dinilai sangat tinggi dan tidak sesuai dengan rencana APBN.
Dari total Dana Desa tahap II sebesar 14 Triliun Rupiah, Kemenkeu memutuskan untuk menahan sebagian, tidak hanya untuk desa, tetapi juga untuk pemerintah daerah. Kemenkeu mengalokasikan 94 persen untuk anggaran earmark dan menahan 6 persen non-earmark karena keterbatasan anggaran.
Kemenkeu juga menyampaikan bahwa saat ini mereka harus mengalokasikan dana untuk membantu korban bencana alam di Sumatera. Bahkan, Kemenkeu menilai para kepala desa kurang memiliki empati terhadap kondisi bencana yang sedang terjadi.
“Dana Desa yang tertunda tidak seberapa dibandingkan dengan dampak bencana di Sumatera, sehingga mempertanyakan apakah para Kades tega untuk melakukan aksi demonstrasi pada tanggal 8 Desember 2025, nanti,” ujar Askolani.
Sebagai solusi sementara, Kemenkeu menawarkan penggunaan dana earmark yang sudah cair untuk menutupi kebutuhan non-earmark.
Hasil audiensi yang difasilitasi oleh Dirjen Kemenkeu belum ada kepastian dan tidak ada keputusan untuk membatalkan PMK 81 tahun 2025. Dirjen Kemenkeu mengaku akan berkoordinasi kembali dengan Kemendes terkait masalah ini.
Diharapkan para Kades dapat memahami kondisi saat ini, yang bersamaan dengan bencana di Sumatera, sehingga anggaran negara sangat terbatas.
Seperti diketahui, asosiasi kepala desa seluruh Indonesia berencana menggelar aksi damai untuk meminta pembatalan PMK 8/2025, pada 8 Desember 2025 nanti.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.


















